Wednesday, September 18, 2013

The Calling


Point of View


Suasana saat itu sangat riuh rendah. Ia melihat sekelilingnya, seperti berada di sebuah stadion berbentuk arena dengan tribun penonton yang bertingkat. Ia maju dan lebih mendekat ke pinggir, berpegangan erat agar tidak jatuh, ternyata ada di tingkat ke tiga atau keempat. Anak itu sadar berada di posisi yang cukup tinggi. 

Setelah berada di pinggir, ia melihat semua bagian tribun tampak sangat dipadati orang-orang. Orang-orang sebaya di tribun yang sama dengannya pun banyak yang mendekat ke pinggir untuk melihat keadaan sekeliling lebih jelas. Di atas mereka pun ternyata masih ada beberapa tingkat lagi, tapi anak itu tidak bisa melihat terlalu jelas. Ia hanya bisa melihat orang-orang yang berada jauh di seberang tempat duduknya. Semakin ke bawah ia hanya melihat orang-orang yang lebih tua, sedangkan ke atas ia melihat sepertinya berusia di bawah dirinya.

Di bagian paling bawah arena, ia melihat ada cukup banyak pintu masuk yang mengelilingi arena. Ia melihat sesekali-beberapa kali orang-orang berjalan keluar melalui pintu ini ke arah tengah arena. Disana terlihat seperti ada panggung/stage yang beringkat-tingkat juga. Meskipun begitu, tingginya tidak mencapai tinggi tribun pertama.

Orang-orang seperti menunggu giliran untuk naik ke atas panggung. Dari paling bawah ke panggung pertama, dari yang pertama ke dua, dan seterusnya. Ia melihat ada juga orang-orang yang turun dari tangga di ujung lainnya. Ada pula yang kelihatannya diam di tingkat panggung tertentu.

Panggung sebesar itu tidak pernah terlalu penuh atau terlalu kosong. Setiap ada orang yang naik atau turun, orang-orang disekitarnya seperti bersukacita bertepuk tangan, bersorak-sorai. Ia tidak bisa mendengar jelas hanya menilai dari gesture dan gerakan orang-orang di bawah. 

Sampai satu saat anak ini mendengar suara seperti bel/terompet dibunyikan. Suara ini seperti yang pernah didengarnya. Mendadak suasana arena semakin riuh dari sebelumnya. Ternyata suara ini didengar juga oleh semua orang di arena adari tribun bawah hingga paling atas. Sebelum suara itu berhenti, ia dan orang-orang di sekitarnya mulai bergerak, tampak harus melakukan sesuatu. Entah mengetahui dari mana, tapi dalam hatinya merasa bahwa suara ini merupakan tanda panggilan buat semua orang untuk turun, menuju panggung utama di bawah. Sama seperti seorang ayah memanggil anaknya.

Saatnya tongkat estafet berpindah tangan...

Merry Christmas 2015!