Monday, October 28, 2013

Lift Up the Standard




Lift Up the Standard
“When the enemy comes in like a flood, the Spirit of the LORD will lift up a standard”
Yes 59 : 19

Selama belajar studio di arsitektur, salah satu omongan yang saya ingat dari dosen pembimbing adalah selalu menyiapkan buku standar. Bukan standar maksudnya rata-rata, buku yang biasa-biasa. Akan tetapi, lebih tepatnya buku pegangan mengenai informasi dasar/ standar tertentu yang dipakai untuk mendesain. Sebenarnya, dosen ‘memaksa’ membaca buku-buku ini supaya mahasiswa belajar untuk melakukan proses desain yang lebih bertanggung jawab, bisa dipakai. Ngga asal gambar.

Bersyukur ada orang-orang yang mau menyusun itu semua. Saya ngga tahu bagaimana mereka/ orang-orang melakukan risetnya, tapi waktu mahasiswa dulu itu sudah menjadi buku. Saya tinggal melihat daftar isi, buka halaman yang dituju, mencari dan memakai data yang saya perlukan. Mudah.

Desain yang bagus, tentu membuat dosen tidak segan-segan memberi nilai bagus. Bagaimana melihat bagus atau tidaknya? Yaa seberapa banyak mahasiswa melakukan riset untuk desainnya. Salah satunya apakah desainnya sudah sesuai dengan standar atau tidak.

Apa yang ramai diberitakan media belakangan sebenarnya kejadian yang mirip. Urusannya ngga jauh dari yang namanya standar. Ada dua berita yang membuat saya tertarik untuk sedikit analisis.

Pasar Tradisional vs Pasar Modern
Mengapa yang satu lebih ramai (baca laku) dibandingkan yang lain. Mengapa pasar modern/supermarket bisa mendatangkan pengunjung lebih banyak padahal harganya lebih mahal dibandingkan pasar tradisional?

Peraturan dan sanksi tidak membereskan masalah. Ketika pihak otoritas/pemerintah hanya membuat peraturan yang ‘membatasi’ pihak pasar modern, maka mereka akan selalu mencari cara dan celah untuk melawan aturan. Di sisi lain, peraturan akan membuat pihak yang lebih lemah, pasar tradisional, menjadi lebih cemen dan manja. Karena mereka akan berpikir selalu ada yang membantu.

Saya yakin pemerintah sudah melakukan studi ini. Masalahnya bukan pada harga, tempat yang berAC atau tidak, ada WiFinya atau tidak, atau segudang fasilitasnya. Utamanya, bagaimana menyediakan pelayanan yang baik buat pengunjung. Orangnya.

Kalau orang sudah memutuskan mau melayani orang lain dengan 100%, maka ia akan mencari cara bagaimana membuat orang lain merasa nyaman, tenang, dan aman di mana dia berada. Dari sanalah mulai muncul solusi seperti ATM, AC, tempat yang bersih, tidak bau, sehingga orang merasa nyaman berada di dalamnya.

Pengunjung memilih pasar modern dengan harga yang lebih mahal dengan pertimbangan membayar kenyamanan yang diberikan supermarket. Rasanya hampir mirip dengan cerita Angkot dan Taksi.
Pasar tradisional bisa mengejar kualitas itu dengan lebih memerhatikan standar kenyamanan yang dibutuhkan pengunjung. Mungkin belum tentu memerlukan WiFi, tapi bisa fokus pada standar/faktor kenyamann yang utama, psikologi pengunjung. Kesehatan, keselamatan, kenyamanan, keamanan.

Bagaimana orang mau berkunjung ke pasar tradisional bila cerita yang beredar sering ada kecopetan, bau ngga sedap, sampah, becek, harus panas berdesak-desakan. Contoh kasus perbaikan pasar di Solo dan Jakarta, saya lihat upaya bagus pemerintah untuk menaikkan standar lokal. Ini juga merupakan kesempatan bagus buat para pedagang lokal/kecil. Orang-orang ini perlu diajar dan dilatih bersaing setelah sekian lama dimanjakan oleh banyaknya aturan pemerintah.

Apakah mereka mau diajar dan dilatih atau memilih tetap menjadi manja?

Pegawai vs Outsourcing
Kasus kedua, buruh yang menuntut dihapuskannya outsourcing. Sama dengan kasus di atas. Bila pemerintah memberikan aturan untuk melarang outsourcing, maka akan membuat buruh di Indonesia semakin manja. Para buruh yang meminta upahnya menjadi 3,7 juta, setelah sebelumnya dinaikkan menjadi 2,2 juta, bisa jadi adalah salah satu bukti bahwa orang di Indonesia tidak bisa di-baik-in.
Solusi utama yang perlu dicari adalah apa yang menyebabkan perusahaan-perusahaan menggunakan sistem outsourcing dibandingkan mengambil pegawai sendiri?

Jawabannya saya lihat sendiri. Bisa jadi, ini menjadi salah satu alasan yang sama. Para pegawai ini ngga punya standar integritas yang cukup bisa dipercaya. Mungkin ngga semua buruh/pegawai seperti ini. Tapi pepatah Indonesia sendiri bilang “ Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.” Gara-gara ada orang-orang yang ngga benar, semua kena batunya.

Seberapa sering pegawainya sendiri yang menjadi ‘maling dalam rumah’. Seberapa sering pegawai tersebut ‘menghilang’ ketika dibutuhkan, dsb. Sistem outsourcing memudahkan perusahaan-perusahaan tadi untuk mengontrol kerja. Bila ada laporan tidak puas, tinggal melapor ke perusahaan jasa outsourcingnya.

Jika pemerintah sudah mau memfasilitasi, apakah pihak buruh ada upaya untuk memperbaiki standarnya. Bagaimana pemilik perusahaan mau mempekerjakan karyawannya sendiri kalau kerjaannya hanya berdemo. Waktu berdemo pabrik/perusahaan tidak bisa beroperasi dan justru mengalami kerugian. Padahal pemiliki perusahaan perlu pabriknya beroperasi supaya bisa tetap menggaji karyawannya.

Solusinya sebenarnya sudah ada. Sambil berjalan, para buruh harus mau diajar dan diberi pengertian untuk menabung dan simpan uangnya. Kalau masih keukeuh merasa kekecilan, harusnya mulai berpikir untuk membuka usaha.

Ada kondisi sosial di masyarakat juga yang agak keliru dan disalahartikan. “Banyak anak, banyak rejeki”. Iyah, nanti kalau nanti anaknya sudah besar dan jadi-jadi. Tapi sebelum itu kan harus proses dulu. Kondisi kawin-cerai, kawin siri, poligami, memerlukan banyak tuntutan ekonomi!

Gimana usaha para buruh/pekerja supaya para pengusaha mau mengembalikan rasa percayanya pada staff sendiri daripada ke pihak outsourcing?

"Kepercayaan itu sangat susah didapat tapi sangat mudah hilang"

Agak keluar dari topik, tapi contoh kasus cerita pengemis di Bandung, heran juga kalau pemerintah sudah ada upaya untuk memberi hati, tapi yang dikasih minta jantung.

Pray for Indonesia, Jesus Bless Indonesia!

Saturday, October 26, 2013

Bible and Science 23 : ICHTUS




Ikan...
Keadaan geografis Timur Tengah bisa dibilang sama seperti Indonesia, dekat laut. Ikan laut atau air tawar menjad makanan utama (Bil. 11:5, Luk. 24:41-42, Yoh. 6:8-11). Bahkan, cara menangkap ikan (Mrk. 1:16) dan caranya diasinkan dulu untuk dijual ke tempat jauh (Neh. 13:16) agak sama dengan cara para nelayan sekarang.

Ada banyak cerita di dalam Alkitab yang barkaitan dengan ikan. Empat dirham di dalam mulut ikan, peristiwa lima roti dan dua ikan, Petrus menangkap ikan hingga kapalnya hampir tenggelam, dan salah satu gerbang di Yerusalem pun dinamakan Gerbang Ikan.


Kata ikan dalam bahasa Yunani umum adalah ikhtus. Dalam PB, Alkitab menggunakan kata ikhtudion (artinya ikan kecil; Mat 15:34, Mark. 8:7)  dan opsarion (ikan kecil yang dimakan bersama roti; Yoh 6:11).

Ikan adalah salah satu lambang kesenian Kristen yang tertua, karena aksara Yunani ikhtus diterima sebagai singkatan untuk Iesous Khristos Theou Huios Soter artinya Yesus Kristus Anak Allah, Juruselamat.

Sebelum salib jadi mainstream
Ichtus juga dijadikan semacam teka-teki silang rahasia oleh orang-orang Kristen mula-mula. Mereka gunakan gambar ikan ini sebagai kode rahasia untuk berkomunikasi. Bila dua orang bertemu, maka salah seorang bisa menggambar satu lengkungan. Bila lawan bicaranya adalah orang Kristen, maka ia akan menggambar lengkungan kedua, menjadi bentuk ikan.

Lambang ini terus digunakan hingga Konstantin mengadopsi agama Kristen sebagai agama negara setelah ia melihat tanda salib di langit. Sejak itu, tanda salib mulai digunakan sebagai simbol kekristenan.

Oleh karena itu, bentuk atau gambar ikan sampai sekarang masih dianggap sebagai salah satu lambang Kristen yang terkenal di seluruh dunia. Keduanya memiliki makna yang sama, menunjukkan Yesus Kristus , Anak Allah yang menjadi Juruselamat lewat karya salibNya.

Pray for Indonesia, God Bless Indonesia!

Challenge : Keep Up





Hillsong Conference 2013, Day 2, Rick Warren
Hari itu, sesi Brian Houston, berbicara dengan beberapa pastor dengan memakai Skype. Lawan bicara ditampilkan di layar lebar. Salah satunya adalah Rick Warren yang membatalkan semua jadwal pelayanan enam bulan kedepan berkaitan dengan kejadian anaknya.

Rick Warren berbincang-bincang dengan Brian Houston. Waktu itu Brian Houston menanyakan kepadanya untuk mengucapkan sesuatu kepada peserta conference; Rick Warren berpesan,

“Never stop learning,
Don’t compare yourself –It’s a trap -,
Never doubt God, and
Never give up.”

Lewat “khotbah” singkat waktu itu, Roh Kudus mengingatkan saya tentang resolusi yang saya tulis di awal tahun untuk ngelatih talenta gambar yang Tuhan kasih.
Kalau dilihat, gambar yang dibuat memang banyak, tapi progres nya tidak. Saya cukup ‘stuck’ dengan gambar pakai tinta dan pensil.

Pensil dan tinta masih saya pakai. Sekarang saya coba untuk menggunakan ballpoint dan cat air. Susah dan sulit tapi tidak mustahil.
Saya tantang diri sendiri untuk latihan ngegambar yang saya tidak suka, gambar orang. Beberapa lama ketika latihan saya sadar Roh Kudus yang bantu kasih hikmat bagaimana caranya belajar. Tidak sesulit yang saya bayangkan. Cukup menyesal juga telah membuang-buang waktu selama ini :(

Justru lewat latihan ngegambar orang-orang ini, saya sekaligus belajar tentang orang-orang ini. Apakah itu untuk tahu tentang sejarah, tokoh dunia, atau tuntunan dan rencana Tuhan yang luar biasa lewat orang-orang tersebut.

What you want is not always what you need
God is workin behind the scenes

Pray for Indonesia, God Bless Indonesia!

Sunday, October 20, 2013

Travel Sketch - Hills Conf 13 (2)

Landing di Kingsford Smith Airport, Sydney, dijemput dengan Mr. R dan Mrs. H. Tinggal di rumahnya selama acara di Syd. Cuaca saat itu hujan! Dan cuaca diprediksi akan terus hujan selama seminggu ke depan. Artinya akan hujan selama conference. Sabtu itu, lebih banyak di rumah dulu istirahat. Baru keluar malam harinya, makan di daerah City.

Sermon Notes kebaktian pertama di Sydney

Acara dimulai hari Minggunya. Setelah kebaktian, Mrs. H mengajak untuk cek jalur kereta yang akan dipakai untuk pergi-pulang selama conference. Sistem train disini memang kelihatan lebih rumit dibandingkan di SG, tapi informasinya sudah begitu jelas sehingga mudah dimengerti. Termasuk melihat venue yang akan dipakai, Allphones Arena. Sorenya setelah itu dilanjutkan jalan-jalan di sekitar City dan Chinatown. Cuaca? Hujan!

   
Sketsa kereta pertama di dalam kereta

Meet Fresh, makan dingin2 di tengah hujan, saat winter. Afdol! :) Nicee..

Thursday, October 17, 2013

Travel Sketch – Hills Conf 13 (1), Bandung-Jakarta-Spore



Gambar dan Cerita?
Lukisan/gambar bisa menggambarkan ribuan kata, tapi pasti akan lebih menarik bila ada ceritanya juga.

Jadi, ceritanya, ada orang yang bertanya, kenapa gmbar-gambar sketsa yang saya post dengan tem "Travel Sketch" di jejaring sosial ngga dibuat ceritanya juga. Ada beberapa alasan selama ini. Tapi, singkatnya terutama untuk membatasi diri saja. Banyaknya jejaring sosial/teknologi/internet saat ini, cukup mengerikan saya bilang untuk urusan menjaga privasi.

Keberadaan seseorang bisa sangat mudah dilacak. Sedang dimana, sedang apa, apa yang sedang dilakukan, bersama siapa, kapan, dll. Akhirnya, saya sendiri memutuskan menggunakan beberapa sosmed saja, sisanya saya tutup.

Walaupun di sisi lain, saya bisa membatasi cerita apa saja yang mau saya share lewat gambar-gambar yang di post.
Saya mencoba merekam perjalanan Hills Conf 2013 awal Juli 2013 lalu.

Hills Conference 2k13
Perjalanan Hills Conf 2013, dimulai beberapa hari sebelum hari H. Berangkat dengan travel dari Bandung ke bandara Soetta. Cukup banyak yang berangkat ke bandara, walaupun tujuan terminalnya berbeda-beda.

Menggambar di transportasi publik memang menyenangkan, tapi sulit dilakukan sering-sering karena goyangannya. Agak sulit untuk menggambar bagus. Macet beberapa saat karena perbaikan jalan tol yang amblas, saya sempat sedikit corat-coret tentang keadaan di dalam mobil.

Padat merayap di jalan tol + 30 menit akibat jalan amblas.

Sampai di bandara lebih awal, sekaligus menunggu teman, ‘E’ untuk berangkat bareng, prepare supaya tidak ketinggalan pesawat. Di terminal 3, lagi menyempatkan diri untuk menggambar kondisi waktu itu. Orang-orang yang ramai mengantri check-in.

Terminal 3, International Check in.
 
Setelah check in, lagi menunggu jadwal penerbangan pesawat. Lagi corat-coret di ruang tunggu. Ini sketsa kedua di ruang tunggu terminal 3 Soetta. Ruang tunggunya kelihatan penuh banget. Ternyata, ada penerbangan yang kena delay. Thank You Lord, penerbangan saya dengan tujuan yang sama ngga di-delay.

Lagi, corat coret di Ruang tunggu...
Penerbangan singkat, saya merasa agak kagok untuk tidur. Lagi, sketsa keadaan di dalam pesawat. Menggambar di dalam pesawat pertama kali saya lakukan ketika perjalanan ke Israel. Ini kesekian kalinya, tapi yang kedua kali untuk pesawat Air Asia. Sebelumnya, saya menggambar Air Asia di perjalanan pulang dari Bali-Bandung waktu mengikuti acara Arcasia di Bali.

Gambar di dalam Air Asia, kedua kali. Jakarta-Singapore

Penantian di SG cukup lama karena menunggu jadwal pesawat pukul 02.30, menunggu sekitar 5-6 jam. ‘E’ tidur karena tidak enak badan, saya keliling melihat-lihat bandara sambil cari makan. Sekitar 1 – 1,5 jam sebelum boarding, kami coba cari tempat check-in airline yang dipakai. Ternyata beda terminal. Begitu sampai, antriannya keburu mengular. Setelah jalan cukup jauh dari tempat check-in ke ruang tunggu, ternyata masih ada waktu untuk menunggu.
Salah Terminal. Ternyata airline nya di terminal sebelah.

Cara pergi ke negeri kangguru ini salah satu cara yang murah. Direct flight memang mahal kecuali mendapatkan promo dari airline ‘G’. Info ini saya dapat dari kakak beradik ini berhubung saat itu mereka pernah dan sedang bahkan masih suka ke Aussie.

 “Kerugian” nya, hanya perlu menunggu flight dari ‘FC’ yang biasa terbang subuh. Mungkin agak sulit buat orang tua. Meski subuh-subuh, antrian yang panjang cukup membuktikan banyak peminatnya.
Pemandangan dari ruang tunggu. Luggage Tag buat barang kabin, bungkus creamer dan kopi dan bon yang diminum saat gambar di pesawat.

Ketika boarding dan take off, tidak banyak penumpang yang masih beraktivitas. Saya melihat-lihat, ada beberapa orang menyalakan lampu kursinya untuk membaca koran atau majalan. Suasana cukup tenang, saya coba gambar lagi di dalem pesawat “FC” dengan segelas kopi. Baru menikmati perjalanan 6 jam.
Jam setengah tiga pagi! Cap kopi, as usual. Cara yang saya ikuti dari trademark urbansketcher Singapore. Tia Boon Sim


Merry Christmas 2015!