Friday, August 03, 2007

new adventure

waktunya tak lama lagi

saatnya berkoordinasi lagi sesama ars 2006

merentangkan sayap lintas fakultas lintas angkatan

tembus memandang kemurnian hati tiap individu

anggrek, benalu, lumut, mawar, ganggang

kerja keras dimulai

Wednesday, August 01, 2007

hargai hidup

Hari ini 1 Agustus 07. Pukul 00.18

Dalam masa jaga malam di Hermina, gw menemani bokap yang sudah seharian jaga, meninggalkan segala kesibukannya sampai-sampai lupa makan malam. Ia terpaksa pulang untuk jemput & balik lagi ke RS. Sampai di RS gw antar untuk makan di jajanan nasi goreng tepat di sebelah Hermina.

Tampak 3 orang sebagai “pengurus” tempat makan sepanjang 5 meter dan selebar trotoar. Salah seorangnya masih tampak muda. Gw taksir sekitar umur 18-20 tahunan. Seorang perempuan kulit putih berambut panjang dengan tinggi 155 cm-an.

Bokap gw sedikit mengobrol dengannya. Ya, ternyata dugaannya benar. Ia baru saja lulus dari sebuah SMK di Bandung. Ia berniat melanjutkan pendidikannya di jurusan administrasi UNPAD... kalau ada uang lanjutnya.

Gw yang duduk dan mendengar perkataannya hanya bisa diam sejenak. Lalu, tiba-tiba kepala ini dipenuhi pikiran-pikiran, pertanyaan-pertanyaan, hal-hal yang bikin gw sadar.
Melihat wajahnya saat ia bilang begitu. Sedikit tampak kepasrahannya akan studinya ke universitas. Bersama seorang lelaki (juga masih muda, gw pikir adalah kakaknya) dan seorang wanita berkerudung (gw pikir adalah ibunya) dengan wajah lelahnya sedang memasak pesanan bokap gw. Usaha yang dimulai sejak pukul 4 sore dan berakhir pukul 1 pagi ini memang tidak selalu ramai bahkan bisa saja tidak ada yang datang sama sekali.
Tak lama kemudian jadilah sepiring mie goreng yang nikmat dan mendiamkan perut yang sudah bernyanyi dari tadi.

Kepala gw masih dipenuhi pikiran. Introspeksi. Gw pikir bagaimana gw bisa mensyukuri hidup yang sudah Tuhan percayakan buat gw!
Kenapa ngga gw maksimalkan kesempatan itu kala masih banyak orang lain di luar sana yang ngga bisa seperti gw.
Mengapa justru gw selalu merasa ngga puas dengan apa yang ada & bersyukur ama Tuhan atas apa yang sudah gw punya sekarang?

Kebanyakan dari kita tidak mensyukuri apa yang sudah kita miliki, tetapi kita selalu menyesali apa yang belum kita capai” (Schopenhauer)

Sunday, July 29, 2007

terima kasih

Sebagai manusia gw percaya adanya kekuatan di luar manusia yang bikin kita ada, bikin dunia ini ada, bikin semuanya ada. Gimana? Iman. Alkitab memang bilang begitu. Kita ada karna ada yang menciptakan. Masing-masing dengan ciri khasnya baik fisik ato sifat.
TAPI... Kebanyakan dari kita nga akan pernah puas ama yang Tuhan kasih.

Contoh,
1. Banyak orang yang jadi terobsesi karna pengen punya kulit putih. So, rame2lah beli produk pemutih kulit. Kemakan iklan. Iklan jadi menciptakan pola pikir yang salah bahwa wanita akan cantik kalo punya kulit putih. NO!

2. Rambut... Sana sini dicat warna warni jadi kaya pelangi ato rambutnya jadi kaya warna angkot jurusan ini ato angkot jurusan itu. Nga cukupkah dengan mahkota kepala yang ada sekarang?

3. Badan pengen tinggi tp males olahraga... Jadi (lagi-lagi) rame2 beli vitamin buat meninggikan badan, beli alat olahraga yang narik-narik badan dengan maksud tubuhnya 'melar' ke atas..

Jadi, apakah kita nga bisa PD dan berterima kasih ma Tuhan dengan apa yang ada di kita sekarang? Ato lagi-lagi karna tuntutan manusia jaman sekarang yang pengennya jadi perhatian dimana-mana?

Saturday, July 28, 2007

suatu kasus di jaman sekarang?

Makin ke sini, masalah orang-orang makin rumit aje. Padahal, kalo diliat lebih teliti ternyata hal-hal yang mereka alami tuh udah ada sejak dulu.

Salah satunya, perihal kosmetik. Teknologi yang berkembang di dunia ternyata memengaruhi perkembangan polusi dengan pesat juga. Nah, dunia bisnis memakai kesempatan ini buat meraup untung.

Mereka berlomba-lomba buat 'ramuan' ciamik supaya badan kita tetep sehat, kulit jadi halus dan putih, senyum tetap menebar, wajah tetap bersinar. Tapi, brapa orang yang tau kalo bahan yang dipake itu bener2 bagus dan bebeas bahan kimia berbahaya?

Kalo diliat, komposisi bahan jelas tertulis cukup rapi dan tertata baik, sampai2 ditulis dalam bahasa yang tidak dimengerti orang awam. Lha, jd gimana mau kita tau?
Pake ini-itu biar kita tetep jadi sorotan mata tiap cowo/cewe kalo lagi jalan di mall, supermarket, ato pasar tradisional sklipun.

Pake ya nga salah toh, tapi jangan berlebihan. Segala sesuatu yg berlebihan pastilah nga bagus. Namun, gimana lagi, fenomena (huluh, fenomena..) nya sekarang manusianya kaya gitu.. Makin individualis, narsis, apatis, bahkan ampe autis. Udah ngeliat begitu, bukannya ngebantu mereka keluar dari masalah, malah dijeblosin skalian lebih dalem..

Wednesday, July 18, 2007

Sick!

"sakit jiwa kali, ya, orang kaya gitu mah..."

Sebaik dan sekeras apapun usaha seseorang akhirnya musnah juga... Kedudukan. Orang udah dibuat gila bahkan cocok kalo dibilang sakit jiwa. Hanya karena memertahankan posisinya sebagai atasan, dia "rela" menyiksa bawahannya, marahin bawahan di depan bawahan lain dengan maksud mempermalukan...

Pertanyaannya, apa dia Si Penyiksa sadar? Pastilah sadar... Sekarang, saat ia tahu dirinya bakal turun, dia tak akan segan-segan untuk lebih menyiksa bawahannya lagi... Itung-itung ambil kesempatan terakhir... Sakit jiwa...

Friday, June 29, 2007

not just a game

"apatis...dasar necron lvl 3!"

DotA dan sebagaimana game yang memerlukan strategi dalam permainannya, tidak hanya sebatas game yang cuman bikin pemainnya merasa senang karena nafsu bermainnya terpuaskan, tapi banyak hal yang bisa dipelajari. Game strategi bisa jadi cerminan kehidupan sehari-hari.

Gw main DotA, berarti gw harus memperlengkapi sebaik mungkin pahlawan yang gw pilih. Perlengkapan yang gw beli disesuaikan dengan musuh-musuh yang akan gw hadapi. Pilihan awal ini sedikit-banyak akan berpengaruh pada “perkembangan” pahlawan kita. Apakah ‘hero’ kita menjadi pahlawan yang siap bertarung atau tidak, artinya apakah ‘hero’ kita menjadi “pembantai” ‘hero’ pemain lain atau ‘hero’ kita yang menjadi mangsa empuk bagi ‘hero’ lawan?
Banyak faktor yang mempengaruhi kemenangan; teamwork dan pengalaman.

Maknanya? Sama halnya dalam kehidupan toh. Gw harus persiapkan diri gw sebaik mungkin gw bisa untuk hadapi ‘tantangan masa depan’. Apakah gw hanya menjadi ‘pengikut’ orang lain dan tidak menjadi ‘pemimpin’? Apakah kita menjadi orang yang terus ‘tunduk’ dan tidak ‘mendudukan’ (dalam arti positif tentunya)? Bagaimana gw bekerja sama dengan teman se-tim untuk saling bantu menghadapi 'hero' lawan.
Memanfaatkan adanya mini-map untuk terus memantau situasi agar tetap terkendali, dalam hadapi masalah harus lihat secara keseluruhan. Jadi, bakal tahu bagian mana yang salah dan bagaimana harus memberi solusi.

Tapi, ada kalanya walau sudah diperlengkapi dengan sebaik mungkin gw tetap saja kalah. Hidup juga toh ngga selamanya di atas terus. Kalo udah gitu, cari strategi lain.

Gw perlu pengalaman. Kalau sudah pernah melewati berbagai macam masalah, tentu bakal jadi orang yang sangat pengalaman dalam mengatasi masalah sehingga tidak perlu panik dan (kalau baik) kita bantu orang2 yang *baru* ngalamin masalah dan kasih solusi.

“Lakukan sesuatu. Jika belum berhasil juga, lakukan sesuatu yang lain. Hanya orang gila yang kehabisan ide…”
(Jim Hightower)

Thursday, June 21, 2007

Timbal Balik


Apa yang terpikirkan sekarang? Gw teringat akan (lagi) cerita seorang teman di kampus.


Layaknya hidup yang harus ditata dengan baik di masa sekarang supaya bisa kita nikmati di hari akhir nanti, berarti harus membuat 'persiapan' untuk itu. Itu lebih susah buat dibayangin memang.


Sederhananya, sekarang dia bilang 3 bulan jadi ngga bisa 100% menikmati liburan. Kenapa? Karena harus ngambil SP atas 'ketidakseriusan' nya di kelas saat kuliah. Ia terpaksa menjalani SP buat perbaiki ini-itu.

Gw tanya balik, kenapa ngga serius dari awal aja? Jadi, ngga buang waktu dan ngga buang uang? Toh, yang keluar hanya kata-kata penyesalan.

Tuesday, June 19, 2007

harvest moon

"Apa yang kita tabur pasti akan kita tuai..."

Sebenarnya, ini cerita lanjutan dari posting2 sebelumnya... Cerita mengenai sesorang yang tidak sadar akan sikapnya yang *cukup* menyebalkan. Katakanlah si A, entah sadar atau tidak kalau ternyata belakangan ini dia memang agak dijauhi (terutama beberapa teman2 cowok se SMA-nya).
Pas SMA, ada seseorang (katakanlah si B) yang *akhirnya* diajak omong tentang sikapnya yang mulai menyebalkan, dan si A adalah seseorang yang *menasihati* si B supaya berubah. Akhirnya, si B malah menarik diri dari temen2 mainnya.

Tapi, lain halnya dengan si A. Beberapa orang yang pernah menjadi *korbannya* memang melapor ke temen2 si A tentang sikapnya yang makin aneh dan menyebalkan. Namun, bukannya feedback positif, malah bikin makin negative aja. Para korban menceritakan kisah2nya pada penulis. Rumit. Ada korban yang tau klo dia tidak disukai si A, ada juga yang tidak tau...Separah itu, huh?

Masa awal2 kuliah si A mungkin memang belum menyadari bahwa dia dijauhi beberapa temannya. Mungkin dia berpikir masing-masing sibuk dengan kuliahnya. Teman cewenya pun mengakui kalo si A memang jadi sedikit aneh, sensi, rada nyebelin, dsb. Salahs eorang teman cewenya masih lebih bermurah hati, mengajak teman2 cowok nya untuk memaafkan sikap2nya dan tetap berteman dengan si A. Lalu dia cerita tentang jawaban cowok2 itu bahwa mereka (cowo2) memafkan tapi ngga usah temenan kaya dulu, atau (ekstrim) ngga usah ketemu lagi aja. Parah.

Berjalannya waktu, dia pastilah sadar. Bagaimana bisa? Mungkin dari beberapa acara main bersama (nonton, makan, atau ada yang ulang tahun), ada beberapa yang sering tidak bisa datang karena sibuk tugas kuliah, atau ada pula yang memang bilang tidak mau datang. Wooooowwww...
Sekali lagi, berdasarkan sumber terpercaya penulis, suatu waktu, si A (katanya) mengirim SMS tentang ucapan maafnya karena sikap2nya. Singkatnya, dia mengalami hal yang sama di perkuliahan. Dia korbannya. Betapa tidak mengenakkannya. Tapi bagaimana bisa percaya? Sepertinya tidak ada seorang teman cowo yang menerima SMS itu!

Sayang sungguh sayang, penyesalan memang datang belakangan. Sikapnya sudah terlalu melebihi batas kesabaran orang *kali*. Si A memang mungkin sudah menyesali perbuatannya dan teman2 sudah memaafkan segala sikapnya, tapi ada harga yang harus dibayar. Dia ngga akan bisa dapat kebahagiaan ataupun kpercayaan teman2nya (apalagi yang jadi korban).

So, lebih baik sadar diri dari sekarang daripada masalahnya nambah ribet, nambah ribet, nambah ribet. Bayar harganya lebih mahal lagi...

Saturday, June 02, 2007

teamwork

“Coming together is beginning, keeping together is a process, working together is a success!”

Ya, banyak dalam bidang kehidupan sekarang bahka dalam hal-hal terkecil yang kita lakukan menuntut adanya sosialisasi. Kita perlu interaksi dengan lingkungan sekitar. Dan suka ngga suka, mau ngga mau sosialisasi ini memang sudah jadi barang wajib buat sukses.
Kalau punya sikap yang supel dan bersosialisasi tinggi, maka akan memunculkan apa yang namanya teamwork. Kalo udah ada teamwork…sukses, siapa takut?
Zaman global emang menuntut untuk lebih kerja dalam tim. Dalam lingkup yang lebih kecil, katakanlah dunia perkuliahan. Dimana kita sudah dituntut “lebih” daripada SMA. Dimana kita bertemu dengan karakter orang yang lebih beragam dari luar SMA kita, luar kota, atau bahkan luar pulau yang punya kebiasaaan dan adat berbeda.

Gw pakai contoh, UAS Estetika Pa Fathul untuk bermain drama. Sebagaimana biasanya kelas MKU berkumpul mahasiswa-mahasiswa dari angkatan, fakultas dan jurusan berbeda. Singkatnya, kelas yang terdiri dari 30-an orang ini dipimpin oleh 2 orang coordinator untuk dibagi ke dalam beberapa divisi untuk pementasan. Yah memang setelah perjuangan keras sang coordinator, akhirnya terbentuk juga divisi2nya (pemain, dekor, wardrobe & make up, sound, lighting). Kenapa bisa sesusah itu? Ngga lain karena orang-orangnya belum saling kenal! Orang-orang masih saling mengelompok dengan teman-teman sejurusannya.

Akhirnya, setelah beberapa minggu lewat, barulah mulai muncul komunikasi yang lebih lepas dari sebelumnya. Semua divisi yang ada mau ngga mau harus bisa kerja sama. Kekompakan tim harus dibangun. Ya memang teamwork itu juga akhirnya muncul saat tiap divisi itu kerja masing-masing. Pasti ada interaksi dong antara anggotanya. Anggota divisi udah kenal (minimal tahu), baru muncul kompak kelompok. Rasanya memang ngga gampang, kan tetep perlu inisiatif tiap individu untuk mau bersosialisasi.

Menurut seseorang dari divisi pemain yang tidak mau disebutkan namanya, “Kekompakan timnya sudah mulai sangat terasa sampai 2 minggu sebelum minggu UAS. Terlihat di saat gladibersih semua divisi bekerja sama. Yah biar pun ada sedikit “ba-bi-bu” tapi ternyata oke juga. UAS nya pun berjalan sukses! Tegang bercampur senang… Gw bangga sama teamwork kelas N. Semua divisi kerjanya bagus. Tapi, sayang, setelah ini (UAS) yah harus bubar deh. Rasanya udah seneng-seneng eh, bubar. Setidaknya nambah-nambah kenalan ama anak2 jurusan lain.”


"Apapun yang Anda lakukan, lakukanlah dengan senang hati. Apa pun yang Anda pikirkan, pikirkanlah dengan senang hati." (Thaddeus)

Wednesday, April 18, 2007

on-time

Jaman sekarang aja, teknologi udah maju banget. Teknologi maju mendorong globalisasi jadi makin pesat. Dan, kalo udah urusan ama yang namanya globalisasi, mau ngga mau diperhadapkan ama yang namanya kompetisi. Ya, makin banyak kompetisi dan persaingan untuk menjadi yang terkompeten. Supaya bisa masuk dalam suatu persaingan, perlu mental. Salah satunya, mental untuk on-time.

Beberapa waktu lalu, sang penulis membaca sebuah tulisan pada baju merek lokal. Merek yang terkenal akan kata-kata humor atau plesetannya, bahkan sampai masuk MURI. Tulisan itu berbunyi, “Time is money, money is uang, uang is duit”. Sekilas lucu juga, tapi tulisan itu mencerminkan keadaan sekarang ini. Sementara negara-negara lain berusaha menghargai waktu sebaik mungkin, Indonesia belum bisa seperti itu. Kenapa yah?
Sejak saat itu, sang penulis mulai memerhatikan hal sekitar yang berkaitan dengan on-time.
Masih terlalu banyak kejadian2 yang tidak menghargai waktu walau di jaman yang udah mulai serba susah. Termasuk penulis, ia merasakan on-time itu sulit.

Salah satu contoh dari penulis:
Pertama, mahasiswa sekarang cenderung berlomba-lomba masuk kelas terlambat daripada masuk sebelum (mulai jam 7 masuk 6.45)/tepat waktu (mulai jam 7, masuk jam 7).
Kedua, berusaha menghindari mata kuliah dosen tertentu yang dianggap tidak menarik. Entah dosennya atau mata kuliahnya yang tidak menarik.

Hal ini berbeda 180 derajat dari keadaan mahasiswa universitas tahun 1980-an yang benar-benar mencari dan menuntut ilmu sampai ke Cina, Amerika, atau Eropa. Mereka datang sepagi mungkin untuk dapat tempat terdepan, tidak ketinggalan kelas satupun, dsb.
Kalau gini terus, mau dikemanain Indonesianya ntar?


***

Di lain hal, orang-orang Indonesia blom terbiasa untuk urusan on-time. Orang yang ada malah cenderung santai malah kelewat malas kerja.

>_as'07_<

humble

Suatu hari, diadakanlah sebuah acara di sebuah gedung. Sebuah acara yang menghadirkan orang-orang terdidik dan tersohor di bidang ilmunya sebagai pembicara maupun peserta undangannya. Menuntut keprofesionalitasan semua yang hadir. Acara dimulai pukul 18.00, tetapi kursi telah hampir penuh pukul 17.43. Akan tetapi...bukan hal diatas yang ingin dibicarakan

Usher 1 :”Selamat datang, Pak! Semoga menikmati.” (sambil memberi buku acara)
Guest 1 :”Terima kasih, Mba”
Usher 1 :”Silakan, Pak, saya antar ke dalam, masih ada kursi kosong di barisan depan”
Guest 1 :”Oh, boleh, boleh, terima kasih banyak”
*tak lama kemudian*
Usher 2 :”Selamat malam, Pak! Semoga menikmati acaranya.”
Guest 2 :”Terima kasih, Mba” (menyambar buku acara)
Usher 2 :”Bapak perlu saya an...”
Guest 2 :”O, tidak usah, terima kasih.... Saya terburu-buru”

Si Guest 2 berjalan tergesa melewati Guest 1 menuju barisan duduk terdepan. Sampai di depan, terlihat ada 2 kursi kosong. 1 dibarisan terdepan dan satu lagi tepat di belakangnya. Tanpa basa-basi, Guest 2 langsung merebahkan badannya ke kursi.

Guest 2 :”Wadaaau...!”

Pantatnya tertusuk sesuatu.

Guest 2 :”Sial! Koq bisa-bisanya ada jarum di tempat seperti ini?”

Ia bangkit dari tempat duduknya, pindah ke kursi di belakangnya. Bersamaan dengan itu, Guest 1 telah sampai setelah diantar.

Guest 1 :”Salam kenal, nama saya Hardiman. Orang biasa panggil Pak Iman”
Guest 2 :”Salam kenal juga, Pak Iman, saya Joko”
Pa Iman :”Pak Joko, kenapa Bapak duduknya pindah ke belakang? Anda di depan saja, biar saya yang duduk di barisan kedua”
Pa Joko :”Oh, tidak usah, Pak, saya di sini saja”
Pa Iman :”Ah, jangan begitu, Pak Joko kan sampai di sini lebih dulu dari saya. Jadi Bapak lebih pantas untuk duduk didepan”
Pa Joko :”Tak apa, Pak, saya duduk di sini saja”
Pa Iman :”Aduh, saya jadi tidak enak dengan Anda, Pak, serasa mengambil hak Anda”
Pa Joko :”Tidak apa-apa koq, Pak. Saya cukup menikmati dari sini saja. Bapak di depan.”
Pa Iman :”O ya oke deh kalau Anda begitu. Terima kasih banyak lho, Pak”

Pak Joko hanya berharap Pak Iman merasakan apa yang dia dapat. Tertusuk jarum juga. Akan tetapi, Pak Hardiman tidak merasakan apa-apa pada pantatnya sampai akhir acara.

*masa sih kita mau melakukan hal yang panjang dan lebar hanya untuk sesuatu yang ngga berguna, malah berniat untuk mencelakakan orang lain*
>_as’07_<

Thursday, April 12, 2007

kesan pertama

Beberapa waktu lalu, seorang HT (hamba tuhan) yang telah dijadwalkan dalam sebuah PD, berhalangan hadir. Beliau menelepon kepada pemimpin PD bahwa ia meminta maaf tidak bisa memenuhi janjinya beberapa bulan lalu.

Kabar yang seperti itu jelas bukan untuk pertama kalinya bagi pemimpin PD, tetapi pemberitahuannya yang mendadak akan menyulitkan bagi si pemimpin untuk segera mencari penggantinya. Lalu, “…tapi, Pak, tenang saja, saya sudah menyiapkan anak buah, tangan kanan saya untuk menggantikan besok…” lanjut suara di seberang sana. Si pemimpin pun lega karena tidak perlu mencari gantinya.

Keesokan harinya…
“Mana orang penggantinya?” saya membatin. Tak lama kemudian tampak seseorang menaiki tangga. Postur tubuhnya tidak terlalu tinggi, wajahnya dan potongan rambutnya tampak masih sangat muda. Sedikit banyak mengurangi persepsi saya & mungkin juga orang lain akan kesan berwibawa. Namun, orang itu berpenampilan sangat rapi. Berbalut jas hitam, berdasi merah maroon bermotif, dan kemeja polos bergaris. Ia membawa sebuah tas berukuran sedang yang dipastikan berisi sebuah Alkitab dan berkas-berkas khotbah. Ia berjalan dengan tegas dan pasti menuju barisan bangku terdepan begitu juga saat naik mimbar, menandakan kesiapan akan tugasnya malam itu.

Sejak pertama kali berbicara, ia merubuhkan semua tembok persepsi orang-orang akan dirinya. Saya juga. Suaranya begitu lantang di seluruh ruangan. Sampai tamatnya pun, ia telah menyampaikan FT yang runtut dan mendalam. Kecil-kecil cabe rawit, sudah pedas sebelum digigit.

Kejadian dia atas saya bisa belajar :
HT yang berhalangan:
Ketika ia mengabarkan tidak bisa hadir, ia sekaligus memberi solusi bagi pemimpin PD dengan mengutus tangan kanannya sendiri. Jelas, ia mencoba memberikan solusi terbaiknya. Berikan solusi terbaik.
Sang tangan kanan:
+ Ia bisa tetap pede dengan keadaan dirinya; apa adanya
+ Ia menunjukkan kualitasnya sebagai HT, kualitas profesionalitasnya, kulitas terbaiknya sehingga tidak dianggap remeh orang lain.

Sudah pasti, kita perlu menghargai lebih dulu sebelum kita ingin dihargai. Buktikan kapasitas bahwa kita tidak bisa dipandang sebelah mata. Jika begitu, orang lain akan menghargai & hormat dengan sendirinya. Dibarengi kerendahan hati, menjadi cikal bakal apa yang disebut “kepercayaan”.

train brain

Ada suatu yang menurut saya cukup menarik untuk dibagikan dan untuk dilakukan.
Entah orang menyebutnya apa, tapi saya sendiri menyebutnya “pertanyaan pancingan”. Pertanyaan ini dilontarkan sebelum kita menjawab pertanyaan seseorang. Pertanyaan-pertanyaan ini sadar tidak sadar selalu keluar dari mulut dalam percakapan sehari-hari.

Lebih mudahnya, saya coba gunakan contoh sbb:

A : “Z, sebenarnya warna merah termasuk warna primer atau sekunder?”
Z : "(pertanyaan pancingan) Yang termasuk warna primer apa aja?”
A : “Biru, Kuning, Merah” (Si A mulai sadar atas pertanyaannya)
Z : (terdiam, tersenyum atau malah ngakak melihat kebodohan si A)
A : “O, iya,ya” (dalam hati, sadar)

Atau (yang males jawab)

M : “Hei, I, gambar arsitektural dirender ngga sih?”
I : “Biasanya gimana?”
M : “Dirender”
I : “Ya udah...”
M : “...”

Atau (yang kasar, malah digoblok-goblokin)

E : “B, yang ini gambarnya gimana?”
B : (dengan santainya) “Bego! Gitu aja ngga ngerti...”
E : “Oya, ya..”

Pertanyaan pancingan begitu pada dasarnya bukan bermaksud untuk merendahkan si penanya atas pertanyaannya, tetapi memancing balik si penanya untuk berpikir ulang atas apa yang ia tanyakan. Dengan begitu, orang-orang tidak akan bertanya hal-hal yang tidak perlu. Mengapa? Karena si penanya pun sebenarnya tahu jawaban atas apa yang ia tanyakan. Memang terdengarnya ngga enak. Percakapannya dibiarkan menggantung, diakhiri tanpa ba-bi-bu.
Dampaknya negatifnya, si pemancing bisa dicap sebagai orang yang jutek, males (ngejawab/menerangkan), menyebalkan, dsb. Positifnya, bikin si penanya jadi lebih kritis dalam bertanya.
Jadi? Selanjutnya terserah Anda!

Tuesday, April 10, 2007

write a blog

Gw cukup lama berlatih menulis blog. Perlu pengalaman dan pengetahuan… Kenapa?
Gw mencoba “mensurvey” blog-blog punya teman-teman yang memang dikelola cukup baik oleh penulisnya.

Blog-blog yang gw survey hanya berdasarkan hal-hal di bawah ini :
1. Penulis menyampaikan ceritanya dengan rapi. Ia pakai kata-kata yang jelas, mudah dibaca dan dimengerti.
2. Penulis bisa mengajak para pembaca untuk turut berinteraksi dengan tulisannya (persuasive). Ikut berpikir apa yang penulis pikirkan, ikut merasakan apa yang penulis rasakan, dsb.
3. Bisa ada maksud/makna yang mau disampaikan oleh penulis.
4. (tambahan) Penulis bisa memberikan sentuhan dalam desain halaman blognya. Ia berikan gambar/foto dan/atau tampilan tulisan sehingga pembaca santai saat membaca.

Akan tetapi, itu bukanlah suatu patokan baku. Setiap orang punya gaya menulisnya sendiri-sendiri. Yeah… Be yourself!

Singkatnya, dalam penulisan blog, gw punya kesimpulan :
1.penulis punya pengalaman yang memberikan sesuatu bagi orang lain. Entah luapan emosi, kegembiraan, apapunlah…
2. penulis punya pengetahuan seputar topic yang dibawakan. Jadi, ngga 100% sotoy abis.
3 penulis santai dalam penyampaian.
4. bisa mencerminkan “gue banget!”
5. akan lebih baik, penulis tidak hanya menceritakan kehidupannya yang serba ini atau itu, tetapi memberi tanggapan akan hal-hal yang terjadi di lingkungan sekitarnya.
Khusus untuk point ke-5, gw hanya menemukan beberapa blog saja yang seperti itu. Thumbs up 4 you!

>_as’07_<

Sunday, April 08, 2007

menjadi seorang blogger

Apa sih blog? Apa gunanya blog? Kenapa harus/perlu ngeblog?

Sejak awal kemunculannya, gw ngga terlalu antusias dengan yang namanya “blog”. Hanya selintas pikiran-pikiran seperti di atas yang muncul. Sampai beberapa tahun sejak blog ramai dibicarakan orang dan gw lebih bisa mengoperasikan internet, gw baru mulai cari tahu tentang blog.
Setelah mendapat info yang gw rasa cukup dan membaca blog-blog orang lain, gw pun mencoba bikin blog. Kesimpulan gw, blog=buku harian. Jadi, pertama kalinya ngeblog jelas malah sukses cerita ngalor ngidul.

Manulis blog perlu pengalaman dan pengetahuan. Kenapa pengalaman? Mungkin gw lihat ada orang-orang yang emang dari sononya jago ngeblog (langsung bikin di internet), tapi ada juga yang ngga (menulis dulu di tempat lain). Pengalaman adalah guru terbaik. Kenapa pengetahuan? Tentu penulis akan senang bukan bila tulisannya dibaca orang lain, bisa menjadi menfaat buat orang lain, tulisannya bisa benar-benar berbobot. Kalau tidak, bisa jadi malah penulis yang cenderungnya kamus bakal di go-blog-go-blogin sama pembaca.
Gw baca-baca blog orang lain sebagai referensi. Bagaimana caranya supaya blog lebih enak dibaca, blog bisa sedikit memberi manfaat bagi pembaca (tidak merasa dibuang-buang waktunya untuk membaca blog kita), dan yang penting bisa gw pakai buat mengekspresikan apa yang gw rasa lewat cerita.

Beberapa blog yang gw baca, mereka (para penulisnya) menggunakan blog untuk mengungkapkan apa yang dia rasakan dalam kehidupannya. Tentu bukan hanya tentang kehidupan sehari-harinya, tapi tentang pemikiran-pemikirannya. Entah mau dibilang kamus atau tidak, itu hak mereka.

Gw mencoba terus belajar tentang blog. Tidak hanya diisi cuman cerita harian biasa, tapi lebih memberi pendapat yang bisa menjadi masukan buat orang lain. Tentunya feedback sebagai masukan buat penulis. Dan…bentuk komunitas baru.


"Takut akan kegagalan seharusnya tidak menjadi alasan untuk tidak mencoba sesuatu" (Frederick Smith)

>_as’07_<

pentingnya cuman buat cowok

Dua puluhan
Ia mungkin mulai meniti karir, mungkin juga mulai membangun sebuah keluarga. Akan tetapi sayang sekali, ia juga mulai menunjukkan tanda-tanda awal penuaan meskipun samar —- mungkin berupa menipisnya rambut. Otot melemah, dan ia lebih mudah kelelahan ketika berolahraga. Namun, ini belum saatnya untuk menggantungkan sepatu olahraga, karena laju pembakaran kalori dalam tubuhnya mulai menjadi lambat. Maka penting sekali baginya untuk memberikan perhatian pada diet dan olahraga.

Tiga puluhan
Garis-garis dan kerut-kerut lembut mulai muncul di sekitar mata dan mulut ketika kulit mulai kehilangan kelenturannya. Pendengaran mulai berkurang, terutama bila gemar mendengar musik dengan volume maksimum pada perangkat stereonya. Pengendalian kolesterol menjadi penting karena kadar LDL (low-density lipoprotein, jenis kolesterol berbahaya) terus menanjak, begitu pula batas rambut pada dahi. Sementara itu, kolesterol HDL (high-density lipoprotein) yang baik mulai berkurang. Selewat usia sekitar 35 tahun, uban mulai kelihatan, terutama pada kening, dan perut mulai membuncit.

Empat puluhan
Ho..ho .. usia baya mulai melebarkan sayap kekuasaannya. Kebotakan semakin nyata (paling tidak pada pria yang cenderung botak). Keriput-keriput muncut di tepi kelopak mata, juga di ujung-ujungnya, dan garis-garis lain mulai muncul. Ia mungkin membutuhkan kacamata plus atau fokus ganda ketika lensa mata mulai menjadi kaku. Akan tetapi sekarang a dapat berkonsentrasi pada hal-hal selain seks -- libido mulai berkurang karena kadar testosteron mubai menurun.

Lima puluhan
Ada beberapa kabar baik: Setelah beberapa dasawarsa terus meningkat, kadar kolesterol akhirnya berhenti meningkat. Kabar buruknya: Kekebalan tubuh menurun, membuatnya lebih mudah jatuh sakit dan terkena infeksi. Gusi mulai berubah secara mencolok, dan tanda-tanda awal masalah prostat mulai muncul, misalnya lemah atau macetnya aliran urin. Lemak di bawah rahang dan dagu semakin tampak dan seperti bertingkat.

Enam puluhan
Berat badannya mulai turun karena massa ototnya berkurang, akibatnya kulit menjadi kendur dan menggelayut, terutama di sekitar lengan dan bahu; kantung-kantung di bawah mata juga menjadi jelas. Pundak menyempit, dan warna rambut menjadi pudar. Untungnya, secara mental ia masih pria yang sama dengan 30 tahun lampau; kemampuan memecahkan masalahnya masih baik.

Tujuh puluhan
Kulitnya menjadi lebih kasar dan warnanya berubah secara tidak merata, umumnya berupa bercak-bercak di sana-sini. Hidung menjadi lebih mancung dan lebih lebar; cuping telinga menjadi lebih tebal. Tidurnya berkurang, yang berarti menjadi lebih mudah sakit, karena perbaikan dalam tubuh biasanya berlangsung selama orang tidur nyenyak. Daya ingatnya juga berkurang.Nah, sampai usia 75 tahun, kemampuan Anda dalam mmecahkan masalah masih kuat --terutama bila Anda tetap mengasah otak melalai kegiatan mengisi teka-teki silang, misalnya. Dan yang paling penting adalah tetap aktif baik secara mental maupun fisik.

From : Hoho

segelintir kehidupan di semester 1

Tetap saja subyektif..

Kuliah di arsitek memang susah-susah gampang buat gw. Pertama, gampangnya, karena ini jurusan terfavorit gw sejak smp dulu. Susahnya, bila bertemu dengan mata kuliah tertentu yang jumlah dosennya terbatas, bahkan sangat terbatas, untuk mengajar di bidang tersebut. Dan memang, gw lihat, mata kuliah seperti ini merupakan mata kuliah pemahaman. Artinya, mata kuliah tersebut bertujuan untuk mengatur, mengubah pemahaman seseorang atas hal tertentu. Kalau sudah paham, tentu akan mengubah pola pikir orang itu juga. Jadi, ya memang jelas kenapa jumlahnya sedikit, karena kualitas dosen buat ngajar yang ginian pun sedikit.

Untuk menghadapi proses yang kaya gitu jelas ngga gampang buat dosen. Si dosen harus punya cara jitu supaya anak didiknya bisa menangkap maksud dan tujuan si dosen. Si dosen juga harus punya cara jitu supaya kalau sudah paham, anak didiknya juga bisa punya pola pikir yang sudah benar. Supaya terus ke depannya si anak didik ngga salah lagi. Mungkin, salah satu caranya si dosen membuat suasana kuliahnya senyaman mungkin. Kalau nyaman, diharapkan anak didiknya juga bisa menerima kuliah dengan santai. Apalagi kalau anak2 didiknya juga respek sama dosen, pasti lebih gampang lagi.

Nah, buat gw itu bakal masalah. Dengan beberapa semester kedepan akan bertemu dengan mata kuliah serupa dengan dosen itu-itu aja. Biarpun kuliahnya memakai referensi cukup bergunung. Mau ngga mau, pola pikir gw akan terus “dipatok” dengan aturan yang sifatnya bakal cenderung subyektif. Kalau dia bilang jelek, ya jelek. Kalau dia bilang bagus, ya itu bagus. Walau si dosen mengatakan bahwa kuliahnya bukanlah doktrin atau semacamnya, ke-subyektif-an pasti ada. Dan subyektif nya itu pasti tetap ada. BIkin persaingannya tidak sehat. Yaa dosen cowo atau cw sama saja. Tapi tentu lebih banyak kasus pada yang cowo.

Contoh, pertama, bila si dosen sudah tidak bisa adil terhadap anak didiknya ( berdasarkan gender). Kalau seneng dengan yang cw, pasti yang cowo bakal susah dapet nilai. Begitu juga sebaliknya. Jadi, banyak anak2 yang udah belajar mati-matian dan mengerti tapi nilainya A (Ancur), dan ada anak2 yang (bisa dibilang) ngga belajar, ujiannya ngecap abis tanpa mengerti apa-apa tapi nilainya A (Applause).
Kedua, bila si dosen bilang gaya arsitektur A jelek, maka anak didiknya (cenderung) mengatakan gaya A pun jelek. Tetap memaksakan pendapat bahwa gaya arsitektur A bagus, maka nilai tentu bakal buruk, bagaimanapun alasannya.

Hal diatas sedikitnya sudah terbukti dari hasil UTS dan UAS semester 1… Sedikit terbukti, dimana beberapa teman (yang cowo) tampak uring-uringan dan sewot-sewot setelah melihat hasil yang keluar. Hasilnya…tampak lah ternyata bukan 1 dosen saja yang begitu. Salah satu bukti, IPK mahasiswa >3 jumlahnya kurang dari 10, tetapi IPK mahasiswi >3 jumlahnya 20-an. Sebaik dan sebagus apapun dosen ngga akan bisa menilai 100% obyektif.
*******Akhirnya, mau ngga mau, harus mengikuti dulu “resep” dosen yang ada, walau ngga suka. Geuleuh pisan… Apalagi bila udah ngga respek lagi ama dosennya.. Jadi susah semua…*******


“Kite rises with the wind, not because of it” (Confucius)

>_as’07_<

Saturday, March 24, 2007

SMA vs Kuliah, Kuliah vs SMA

SMA
Masa SMA dirasakan (hampir) semua orang adalah masa yang sangat menyenangkan. Menyenangkan mungkin karena banyak kisah-kisah yang menyenangkan dan menyedihkan dialami bersama atau karena banyak kisah cintanya juga (“kamus”). Masa-masanya kenal dengan teman-teman, memberikan sebutan-sebutan khusus untuk teman atau guru juga. Setiap orang yang gw tanya, hampir semuanya berkata sama betapa menyenangkannya masa SMA. Bisa jadi begitu, tapi ternyata ngga sepenuhnya buat gw. Selalu, gw pikir-pikir lagi, apa masa SMA semenyenangkan itu?

Gw berpikir begini karena ternyata memang apa yang gw alami sama dengan beberapa teman juga. Mereka tidak mengatakan langsung, tapi dari semua ceritanya, gw berkesimpulan bahwa dia pun mengalami hal yang cukup sama. Jadi, mungkin yang gw alami adalah kesenangan dan kebahagiaan semu? (who knows? God knows!). Akhirnya yang ada hanya muncul ketidaksenangan dengan lingkungan dahulu. Kasarnya, apa dulu gw salah pilih teman? Toh mau tidak mau pada akhirnya pertemanan pun merupakan sebuah pilihan. Masalah sesuai tidak sesuai. Ngga bisa disalahkan.
Kalaupun pada akhirnya mereka (orang-orang yang membuat tidak menyenangkan) sadar, sudah terlambat. Karena setelah apa yang dilihat semasa SMA dulu adalah berbeda dengan sekarang. Aslinya baru tampak sekarang. Sekali lagi, mau tidak mau dan suka tidak suka, gw juga orang-orang lain akan berpindah jalur mencari (katakanlah) kesenangan dan kebahagiaan yang “lebih sejati”.

Kuliah
Manusia harus bersosialisasi. Sosialisasi seperti tuntutan masyarakat supaya Anda eksis di masyarakat (tidak berlebihan tentu). Selama masa itu juga akan ada “seleksi alam” untuk teman-teman. Masa kuliah, gw akan dituntut untuk lebih bersosialisasi ketimbang SMA. Di kuliah,gw ketemu dengan orang-orang dari beda kota, agama, suku, latar belakang, kepribadian, karakter yang juuuaaaauuuuuhhhh lebih beragam dari SMA. Kalau dihadapkan hal yang begitu, gw akan cenderung membandingkan teman yang dulu dengan sekarang. Gw merasa lebih baik sekarang dari dulu.

Waktu berjalan dan orang-orang akan berubah. Ya berubah. Terserah orang mau bilang apa ke gw, tapi yang penting sadar. Kuliah sekarang pun, yang ada seleksi dengan teman-teman. Pilihan. “Ah, gw sih mau baik untuk semua orang”, ya silakan asal tidak jadi kacung buat orang lain. Gw setuju dengan pendapat salah seorang teman, D , “Jangan percaya dulu sepenuhnya”. Yap.

Ketika keadaan terlihat berubah, tidak bisa memaksakan kehendak agar orang lain berubah, berubahlah dulu dari diri sendiri. Pasti akan perlu waktu cukup lama bahkan sangat lama untuk mengembalikan kepercayaan teman-teman yang hilang akibat ulah sendiri.



“Orang hanya akan menjadi lebih baik bila melihat diri sendiri yang sebenarnya.” (Anton Chekov)

“Hanya orang hebat yang berani bersikap kritis pada musuh-musuhnya. Tetapi jauhlebih hebat jika ada orang yang punya keberanian serupa terhadap kawan-kawannya.” (J.K. Rowling)


>_as’07_<

pen-didik-an

Semakin ke sini, keadaan Indonesia tampak buruk atau sangat buruk. Padahal ngga harusnya kaya gini.
Semakin ke sini, bisa dibilang, Indonesia makin banyak yang miskin dan pengangguran. Kemungkinan terbesar gara-gara kualitas SDMnya Indonesia yang payah-payah. Kenapa payah? Mereka ngga punya pendidikan yang cukup tinggi. Kualitas rendahan, mau ngga mau jadi muncul persaingan ketat. Kalo udah gitu, pastilah terjadi hukum alam. Belum lagi ditambah jumlah penduduk Indonesia yang sangat-sangat banyak tapi ngga ketampung sama lapangan kerjanya. Alhasil, mereka sukses menganggur dan tidak berpenghasilan. Angka kemiskinan jadi naik.

Jelas pemerintah ngga serius menangani hal yang bginian. Mungkin memang ngga semua pejabat jelek, tapi mereka ngga kompeten di bidangnya. Dia hanya ingin kedudukan dan duit tanpa lihat akibat luasnya. Para pejabat jadi sibuk sendiri dengan urusan masing-masing antar pejabat. Lomba memperbanyak harta. Pendapatan Indonesia udah banyak tapi kemana semua?

Sekarang, akibatnya makin kelihatan lagi, di sekolah atau universitas. Kualitas SDM yang turun, membuat lembaga2 pendidikan mempermudah masuknya murid. Contohnya, di salah satu SMP swasta di Bandung, semua nilai siswa harus minimal 6,6 (untuk memenuhi standar kelulusan 6,5). Nilai itu bukan rata-rata melainkan nilai untuk setiap bab mata pelajaran. Bila tidak mencapai 6,6 maka harus diadakan remedial test atau remedial teaching (dengan gaji guru yang pas-pasan atau bahkan kurang, apa bisa?) Beban guru bertambah, murid juga harus dipaksakan bisa semua mata pelajaran termasuk yang dia tidak bakat (ex. Matematika).Sama halnya di uni, mereka menerima banyak mahasiswa baru tanpa melihat kapasitas. “Yang penting duit masuk dulu”, Kalau mahasiswa nya ngga bisa mengikuti kuliah, ya keluar saja. Koq begitu? Aneh tapi nyata keadaannya udah seperti itu. SDM-SDM yang kompeten hanya segelintir orang saja. Sisanya hanya menjadi SDM-SDM yang muncul karena jalannya aturan saja. Mengerikan. Pantas saja orang-orang pinter nan cerdas Indonesia maunya ke luar negeri saja. Harus ada perubahan.


“Baja terbaik harus dimasukkan ke api terpanas.” (Richard M. Nixon)

>_as’07_<

Monday, March 19, 2007

think twice

Segala hal yang terjadi dalam hidup manusia *biasa*-nya harus bisa diterima akal sehat. Tapi emang ada kalanya (malah banyak juga) yang terjadinya di luar akal sehat. Percaya ngga percaya tapi memang ada *sesuatu* itu.
Kadang banyak kejadian-kejadian yang bikin gw ketawa. Bukan gara-gara hal itu yang lucu, tapi (kenapa) orangnya yang punya pemikiran “di luar dugaan”. Ngga logis. Ya mudah-mudahan bukan ketawa yang menyinggung/merendahkan…
Meskipun dengan umurnya yang lebih tua, *harus*-nya bisa memberi saran/solusi yang lebih baik dari yang ia ucapkan. Secara logika juga ngga masuk. Sekilas atau diteliti ulang, ucapannya hanya bikin orang berpikir dalam kebingungan “koq bisa ya?” (mungkin saking herannya).

Contoh, gw yang umur 19 pastilah *harus* punya solusi yang lebih baik dari anak umur katakanlah <15. Ekstrimnya, misalnya gw disuruh memotong 100 tanaman, gw akan bilang (ke orang lain), “Siapkan 100 gunting!”. Lalu, “Siapkan juga 100 orang buat motong.” Hey..! Yang bener aja! Dikasih ati minta ampela? Anak umur 15-an juga pasti berpikir, “Kenapa harus 100 gunting dan 100 pekerja?”. Ya begitulah adanya. Akan lebih baik kalau dia berpikir ulang dulu akan apa yang diucapkan. Karena setelah omongan itu keluar dan dicerna, orang akan berpikir juga tentang latar belakang/hal-hal yang bersinggungan dengannya. Seperti contoh di atas, pasti orang berpikir, “Siapa dia? Dari mana asalnya? Sekolah/kuliah di mana?”. Dan yang “rusak” bukan dia saja, tapi semua orang dan hal-hal yang berkaitan dengannya akan ikut dipertanyakan juga, kan?.Yaa semoga jadi pengalaman, jangan diulangi lagi ya.. Malu dong sama junior.

“Seseorang tidak harus memercayai semua yang didengarnya” (Cicero)

>_as’07_<

Thursday, March 15, 2007

sekolah?!

Sekolah sebagai salah satu (atau satu-satunya) jalur pendidikan formal di Indonesia ato mungkin di luar negeri juga. Apa perlu sekolah? Apa sih gunanya? Gw coba liat satu-satu…
Sekolah berfungsi sebagai tempat pendidikan, gw dapet pelajaran untuk menambah wawasan dari yang ngga tau jadi tau (biasalah ya). Gw rasa untuk TK sampai SD maksimal SMP bolehlah… Banyak yang bisa dipelajari, belajar sosialisasi, ya banyaklah (gw akui itu). Gw pikir sekolah dijenjang mungkin untuk menyesuaikan perkembangan kemampuan otak juga. Makin tambah umur, proses otaknya makin cepet (mudah2an, soalnya sampai jd mahasiswa aja masih ada yang lemot).

Hanya untuk SMA, untuk beberapa orang yang tahu akan “tujuan hidup” selanjutnya, kenapa harus mengikuti pendidikan umum juga. Katakanlah, si A mau masuk jurusan A di universitas U. Jadi kalau udah tau, mending 3 tahun SMA diganti aja biar belajar dasar2 pelajaran yang memang dibutuhkan pas kuliah nanti. Buat apa belajar semuanya coba? Ngga guna. Ngabisin uang. Ngabisin waktu. Ngabisin memori otak. Akan lebih baik begitu kan? Egois? Ah ngga juga… Bisa kan cari tau lebih dulu (menentukan pilihan) mau masuk jurusan apa kuliah nanti.
SMA asik buat sosialisasi, main, segalanya tentang teman dan sahabat. Ya setuju. Tapi ngga dengan pelajarannya. Terlalu.
Yaa setidaknya lebih lega bisa diungkapkan. Toh gw udah lewat masa itu… Moment-momentnya memang tidak akan terlupakan..

“School are supposed to be able to help us express ourselves. Without knowledge of music, we are being deprived of a uniqe form of communication” (Kenny Byrd)

>_as’07_<

Wednesday, March 14, 2007

dewasa itu pilihan

Sekarang ini, kuliah sudah sampai UTS semester 2. Benar-benar tidak terasa sudah selama itu dan secepat itu. Padahal rasanya baru kamaren ini masuk kuliah sambil diospek. Rasanya cukup mengherankan lihat teman-teman yang masih bisanya mengeluh terus kalau dapet tugas-tugas kuliah. Dikit-dikit ngeluh, dikit-dikit ngeluh. Memangnya separah itu ya? Malah harusnya bersyukur kalo tugasnya udah lebih ringan dari tahun lalu. Arsitek memang kuliah yang cukup sarat dengan tugas-tugasnya. Ya mau bagaimana lagi, toh kita bisa juga karena latihan terus-menerus. Emangnya tidak ada hal lain yang lebih pantas diomongin? Ada kalanya saya juga merasa terbebani dengan tugas yang numpuk kaya ngga ada habisnya, tapi apa harus terus-terusan? Waktu kan jalan terus kalau tidak dipakai sebaik mungkin yang ada malah saya yang ketinggalan sendirian. Berdiam dalam ketertinggalan dan memandang kagum teman-teman yang berhasil dan sukses? Hiiiiiyyyy…..

Saya bilang kuliah di sini saingannya ketat. Banyak orang yang better. Mereka punya kelebihan-kelebihan tersendiri. Macem-macem. Bayangan saya dulu, masuk arsitek berarti ketemu dengan orang-orang yang memang punya pandangan2/pemikiran2 hebat (karena harus memikirkan dan memberikan solusi2 yang cepat dan tepat. Memang begitu). Alhasil, sejak masuk, bertemu dan berkenalan, bahkan sampai sekarang, saya rasa hanya beberapa orang (tidak lebih dari 5) saja yang benar-benar punya daya pikir hebat (mungkin nantinya bisa lebih hebat/kritis lagi) atau saya yang memang belum tahu atau dianya yang ‘pengecut’ tidak mau show off dari sekarang? Kenapa tidak, justru bibit2 kaya gitu kan yang dicari?
Saya jadi agak ketakutan juga dengan ucapan seorang dosen yang mengatakan biro-biro arsitek sekrang ketakutan bila mempekerjakan orang dari angkatan 2000 ke atas. Beliau bilang kalau ternyata angkatan2 itu terlalu banyak disuapin. Ya tidak salah juga. Di dunia kerja persaingannya bakal lebih ketat lagi. Arsitek kan harus punya banyak pengalaman?


Tiap –tiap orang dalam hidup pasti selalu berhadapan dengan pilihan. Bahkan hidup itu sendiri pilihan. Ya atau tidak. Maju atau mundur. Setiap pilihan punya resiko masing-masing. Siap-tidak-siap harus siap. Kalau tidak berani ambil resiko, tidak akan maju. Biarpun harus ketemu kegagalan, at least udah ambil tindakan untuk mau maju. Sebagai contoh, katakanlah saya masuk UnPar juga resiko perjalanan jauh, masuk jurusan arsitek resiko dengan tugas, jarang2 main, begadang. Harus berani ambil resikonya toh? Tiap tindakan juga ada resikonya.
Sekarang udah kuliah semester 2, bo. Ngga kaya semester 1 ato SMA dulu lagi. Terserah apa mau maju terus atau hanya berdiam diri.

“The reason I know so much is because I have made so many mistake.” (R. Buckminster Fuller)

"Sukses seringkali datang pada mereka yang berani bertindak dan jarang menghampiri mereka yang tidak berani mengambil konsekuensi." (Jawaharlal Nehru)


>_as’07_<

Merry Christmas 2015!