Monday, September 23, 2013

Bible and Science 20 - Comfort Effect




Oddball Effect
Sekelompok orang dalam ruangan dipertontonkan sebuah video klip. Video ini sebenarnya berisi kumpulan foto sekelompok orang dalam sebuah latar. Obyek dan latar di semua foto sama, tetapi gesture orangnya yang berbeda-beda. Di tengah-tengah klip tersebut, diselipkan sebuah foto lain yang memiliki obyek dan latar berbeda. Kemudian dilanjutkan kembali oleh foto-foto sekelompok orang sampai akhir video klip.

Setelah selesai, setiap orang ditanyakan tentang foto yang muncul di tengah-tengah klip. Semua mengatakan bahwa foto yang ditampilkan itu lebih lama dari foto yang lainnya, lebih dari satu detik. Ada yang menjawab 2 detik, 3 detik, bahkan sampai 5 detik. Padahal, semua foto yang ditampilkan memiliki jeda yang sama, 1 detik saja. Kenapa bisa begitu?

Itulah yang dinamakan oddball effect (jangan sungkan untuk sambil googling, siapa tahu penjelasan saya kurang pas). Ketika seseorang melihat obyek yang sama terus-menerus, otak akan menginterpretasi bahwa ‘ini akan sama lagi’. Ketika tiba-tiba muncul obyek yang berbeda, maka otak perlu waktu untuk ‘bangun’. Saat ‘kejutan’ itu datang, otak pun beradaptasi secepat mungkin mengolah informasi yang baru.

Jeda ini yang membuat orang mengatakan bahwa foto yang muncul tersebut kelihatan lebih lama dari foto sebelumnya.

Comfort Zone
Hal ini sebenaarnya serupa dengan seseorang yang berada terlalu lama di dalam zona nyaman. Orang memang perlu tantangan baru untuk menjaga dirinya tetap waspada. Waktu seseorang berada di zona nyaman, bahkan terlalu lama ngendog di dalamnya, ia akan terkejut ketika sesuatu tidak berjalan seperti biasanya.

Anggaplah selisih jawaban orang-orang dan jeda waktu tersebut adalah waktu reaksi yang diperlukan otak, maka rata-rata otak perlu waktu 2-3 detik untuk beradaptasi dengan info yang baru. Hanya otak yang sudah mati yang tidak bisa beradaptasi. Sekarang, ketika terjadi perubahan, apakah mampu untuk beradaptasi dengan perubahan atau tetap keukeuh ngga mau beradaptasi seperti otak yang sudah mati.

Tantangan dan perubahan memang diperlukan untuk memacu seseorang untuk tetap maju dan bersaing, meningkatkan kapasitasnya, menjadi orang yang dinamis dan terus bergerak.

Saya teringat dengan cerita seorang teman, ‘I’, yang bekerja di sebuah bank di Bandung. Sampai suatu hari ia diberi waktu oleh bosnya yang menawarkan untuk bekerja di kantor di luar Bandung. Saat itu ia dihadapkan kepada pilihan : bertahan di Bandung untuk mempertahankan kerja bagusnya tetapi status tetap sebagai karyawan atau pindah ke luar kota dengan status naik.

Ia bercerita bahwa keadaannya di Bandung saat itu benar-benar comfort zone! Keluarga di Bandung, target kerjaan di kantor selalu terpenuhi, punya bisnis sampingan di Bandung, teman-teman di Bandung, dsb. Di sisi lain, di kota yang baru bisa dibilang tidak memiliki apa-apa, jauh dari keluarga, tinggal dimana, bagaimana jika sakit, dsb.

Kami yang mendengar itu banyak yang mendukung untuk keluar saja. Kami mendukung lewat doa. Karena bagaimana pun keputusan akhir ada di tangannya sendiri. Sampai terakhir kami bertemu, ia memutuskan untuk menerima tawaran bosnya. Waktu itu ia bilang sudah menemukan tempat kost untuk tinggal.
Kalau Tuhan yang punya jalan, Ia juga yang akan menyediakan.

God Bless Indonesia!

Merry Christmas 2015!