Tuesday, December 31, 2013

Happy New Year 2014


Wish you Happy New Year!

Keep going, keep moving and don't forget to stay humble!

God Bless!!



Pray for Indonesia, Jesus bless Indonesia!

Monday, December 30, 2013

Bible & Science 24 : Don't Be Afraid


Fly

Facing 2014

Neck-top Computer
Berbeda dengan alat elektronik pada umumnya, setiap orang punya otak seperti alat elektronik. “Sayang”nya kita dilahirkan tanpa manual book cara menggunakan otak. 

Berdasarkan penelitian, otak menyerap 20% suplai oksigen di dalam tubuh. Sejak lahir, manusia memiliki 1 triliun sel otak, 100 miliar sel otak aktif yang didukung 900 miliar sel otak pendukung. Jumlah ini menentukan potensi yang dimiliki seseorang.

Kecerdasan seseorang tergantung seberapa banyak koneksi yang terjadi antara setiap sel otak tersebut. Satu sel dapat membuat satu hingga 20 ribu koneksi. Koneksi akan muncul bila kita dapat menciptakan arti pada apa yang dipelajari. Koneksi sel otak orang dewasa jelas ‘lebih kusut’ daripada bayi.

Three Musketeers
Sederhananya, sebut saja otak manusia dibagi tiga bagian.  Otak mamalia, otak reptil, dan neo-cortex. Di dalam otak mamalia, ada yang disebut Sistem Limbic. Sistem ini berfungsi seperti sakelar untuk menentukan otak bagian mana yang akan dipakai ketika menghadapi sesuatu.

Bila dalam keadaan tegang, stress, takut, atau marah informasi akan diteruskan ke otak reptil. Bila dalam keadaan bahagia, tenang, dan rileks, maka otak ne-cortex yang akan aktif dan berpikir.
Hal ini menjelaskan mengapa seseorang yang akan menghadapi ujian/tes harus dalam keadaan tenang sehingga bisa berpikir. Semakin tengang, saat mengerjakan biasanya justru semakin ‘kosong’ dan tidak dapat mengingat/berpikir.

Sedangkan, otak mamalia sendiri berfungsi dalam mengatur sistem kekebalan tubuh, hormon, memori jangka panjang. Mengatur kebutuhan akan kasih sayang (keluarga), status sosial, dan rasa memiliki. Otak ini juga berfungsi untuk memberi arti pada suatu emosi dan kejadian yang dialami.
Sebagai sistem utama, Sistem Limbic terdiri dari amygdala, hippocampus, thalamus, dan hyphotalamus.

Amygdala ini memiliki fungsi yang berhubungan dalam hal ‘ketakutan’.

Amygdala : Fear Me Not
Tingkat perasaan ketakutan orang umumnya bisa dibagi tiga :

1. Ketakutan/khawatir
Tingkat paling dasar ini seringkali dipengaruhi oleh gambar dan suara. Para produser film horor mengatakan bahwa manipulasi keduanya bisa menentukan sukses tidaknya film horor.

2. Ancaman
Perasaan ini muncul karena merasa tidak aman dan membuat seseorang untuk mendorong melakukan lebih baik. Misalnya, self-defense.

3. Kegelisahan
Perasaan ini muncul karena orang tidak mengetahui apa yang akan terjadi. Buruknya kalau tidak diatasi, akan membuat pikiran orang berimajinasi kemana-mana.
Sumber : NatGeo

Cukup tentang ‘takut-takutannya’
Berkaitan dengan hal-hal yang tidak disukai, salah satunya bisa berhubungan dengan hal yang ditakuti. Yang ditakuti, bukan berarti hantu/mistis melulu, tapi bisa juga dari hal sederhana, suka/tidak suka makan pedas.

Ketika melihat atau mengalami sesuatu, manusia pada umumnya rata-rata memerlukan waktu 3 detik untuk memutuskan apakah kejadian tersebut ‘layak’ disimpan dalam memori otak atau tidak.

Semakin kuat motifnya, semakin mudah sebuah event diingat. Kuat tidaknya motif, bisa dipengaruhi dari tingkat kesukaan atau ketidaksukaan seseorang. Kejadian-kejadian yang mudah diingat bisa jadi merupakan hal-hal yang berkaitan dengan dirinya atau lingkungan di sekitar dirinya, hal-hal yang sangat disukai, atau hal-hal yang tidak disukai.

Berkaitan dengan dirinya dan lingkungan di sekitar dirinya misal berurusan dengan hal-hal yang pribadi. Umur, tanggal lahir, alamat, nama, dsb. Semakin dekat tingkat hubungan seseorang dengan orang lain, akan memudahkan untuk mengingat info tentang orang lain. Lainnya, bisa juga bila seseorang sedang jatuh cinta. Ia akan mudah mengingat hal-hal tentang kecengannya atau momen-momen penting. Sms pertama, surat pertama, first kiss, dst.
Semakin sering mengalami, sadar tidak-sadar akan masuk ke alam bawah sadar. Artinya, bisa dilakukan secara otomatis.

Contohnya, bila orang biasa pulang dari kantor langsung ke rumah, maka ketika suatu hari ia merencanakan pergi ke suatu tempat setelah pulang kantor, ia bisa secara tidak sadar melupakan rencananya dan langsung nyetir pulang ke rumah. Merasa perna mengalami?

Sama halnya dengan pikiran. Tipe dan jenis pikiran apa yang mau kita supply ke pikiran? Lebih banyak memasukkan hal-hal yang menggembirakan atau menakut-nakuti?
Jika pada dasarnya ‘pengen’ nonton film horor tapi akhirnya ngga bisa tidur, buat apa cari-cari 'masalah' nonton film horor? Apakah film yang ada cuman horor doang?

Rasul Paulus bilang ke jemaat di Filipi untuk mengingat hal-hal yang baik! Saya percaya Tuhan tahu dan Dia mengingatkan lewat Roh Kudus bila ada hal-hal yang (masih) kurang sreg di dalam hati.
Jadi, apa yang sebaiknya dipikirin? Pikirkan semua : yang benar, yang mulia, yang adil, yang suci, yang manis, yang sedap didengar, yang disebut kebajikan, yang layak dipuji.

Biasakan berpikir yang baik, supaya bertindak yang baik secara otomatis. Aturan hidupnya sudah ada. Kenapa dipersulit?
 
The decision is yours!...and me also.

Pray for Indonesia, God Bless Indonesia!

Review 2013


Reflections


Lagi, seperti biasa, saya mau sharing me-review apa-apa saja yang terjadi selama tahun 2013.
Sepanjang tahun ini, saya mencoba sebisa mungkin untuk mencatat kejadian-kejadian dari yang besar sampai yang terkecil. Walau kelihatannya sudah tercatat semua, tapi nyatanya masih banyak yang terlewat. Apa yang saya dapat selalu lebih dari yang saya kira.

Satu rhema utama yang saya dapat tahun ini justru, “Kamu mau atau tidak?”. Perubahan pola pikir.
Sadar ngga sadar, masih suka ada pembelaan/pembenaran dari diri sendiri untuk ‘malas’ berbuat karena ini-itu nya belom ada. Padahal, begitu saya yakin memutuskan ‘mau’, saya melihat begitu banyak Tuhan turun tangan. Saya sharing beberapa cerita :

1. Mengajar

Waktu saya memutuskan untuk mau terjun ke dunia akademik, ternyata tahun lalu ‘datang’ tawaran mengajar dari tiga tempat! Bahkan tawaran itu sudah datang sebelum kelulusan. Selama proses, ternyata saya mendapat dua tempat.

Satu tempat yang saya ‘incar’ justru tidak lolos. Sayang, mungkin iyah. Kecewa, mungkin ada. Tapi, saya percaya bahwa Tuhan tetap punya rencana yang lain dan pasti lebih baik ke depannya. Saya justru diingatkan dengan beberapa kejadian serupa sebelumnya waktu mengalami ‘jeda’ seperti ini. Tuhan justru bawa rencana yang lebih besar.

Di sisi lain, selama proses itu juga, saya mendapat ilmu tentang pengajaran dari orang tua (yang memang dulunya guru) dan orang-orang lain.

2. Conference

Saya pernah sharing cerita ini sebelumnya. Kunjungan ke Hillsong Conference, buat saya menjadi kado luar biasa. Keraguan untuk ikut acara karena alasan ini-itu, Tuhan ikut campur tangan di beberapa minggu sebelum berangkat.

I stand in awe. Sekarang, kalau melihat lagi ke belakang, saya melihat semuanya Tuhan yang bekerja. Lewat orang-orang di sekitar, bahkan sampai yang ‘belum kenal’ sekalipun. You are good!

3. English, Drawing, dll…

Saya ambil dua contoh ini untuk proses pembelajaran yang lain dan yang paling ‘ngena’ karena alasan pembelaan/pembenaran. Seminggu Conference, saya merasa ‘babak belur’. Salah satunya adalah ‘khotbah’ Rick Warren di hari ke-2.

Setelah itu, selama enam bulan terakhir (Juli- Desember) saya merasa bahwa progressnya jauh lebih cepat dan banyak daripada enam bulan sebelumnya (Jan-Juni).

Saya tidak ‘memerlukan’ fasilitas yang wah itu karena sebenarnya sudah ada di sekitar saya bahkan sudah ada di rumah! Keinginan ini-itu justru membuat tidak sadar apa yang saya punya.
Belajar bahasa inggris, ternyata ada begitu banyak buku-buku di rumah yang bisa dipakai untuk pembelajaran otodidak. Sama halnya dengan menggambar. Sayangnya, ketidakseriusan dulu, harus ditanggung sekarang.

Belajar bahasa inggris saat ini seperti memperbaiki rumah yang sudah rusak parah untuk ditinggali daripada membeli baru. Pelajaran yang ‘salah’ harus ditata lagi sedikit-sedikit.

Awal 2013, saya memutuskan untuk berlatih menggambar dengan cat air. Waktu memutuskan itulah, saya lihat juga Tuhan ikut bekerja. Saya bisa mendapat buku-buku (yang susah dicari) untuk belajar.
Bahkan pernah suatu hari setelah pulang mengajar, saya tiba-tiba ingin untuk mampir ke sebuah toko buku padahal saya merasa sedang ngga butuh apa-apa. Ternyata saya justru menemukan buku yang beberapa waktu saya cari! Ternyata, beberapa jam kemudian buku tersebut akan di retur ke penerbit.

Praise the Lord!

Tamat 2013, dengan resolusi yang tercapai, yang belum tercapai, dan kejutan-kejutan lain di luar dugaan. Kejutan apa lagi di 2014?

You made a way for us to triumph in His name!

Pray for Indonesia, Jesus Bless Indonesia!

Wednesday, December 25, 2013

Merry Christmas 2013

All changes, even the most longed for, have their melancholy; for what we leave behind us is a part of ourselves; we must die to one life before we can enter another.
Read more at http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/a/anatolefra104501.html#ryfijCYOC8dK6M5g.99


“All changes, even the most longed for, have their melancholy; for what we leave behind us is a part of ourselves; we must die to one life before we can enter another.”

anatole france


Merry Christmas!!

All changes, even the most longed for, have their melancholy; for what we leave behind us is a part of ourselves; we must die to one life before we can enter another.
Read more at http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/a/anatolefra104501.html#ryfijCYOC8dK6M5g.99
All changes, even the most longed for, have their melancholy; for what we leave behind us is a part of ourselves; we must die to one life before we can enter another.
Read more at http://www.brainyquote.com/quotes/quotes/a/anatolefra104501.html#ryfijCYOC8dK6M5g.99

Wednesday, December 18, 2013

My 5th Travel Sketchbook : Profile

5th sketchbook profile
Profiling
Sejak 2-3 tahun lalu, saya "memulai" hobi baru sebagai urban sketcher. Mulailah untuk membeli sebuah buku untuk dipakai menggambar di mana pun dan kapan pun. Saya selalu bawa di dalam tas.

Sejak saat itu juga, mencoba untuk membuat profil buku sketsa yang saya pakai. Pada awalnya, supaya ke depan saya tahu tentang buku yang pernah dipakai. Profil itu saya tempel di halaman terdepan setiap buku sketsa. Tempelan-tempelan ini biasanya berupa informasi tentang buku yang ada di bungkus plastik/ sampul waktu pertama kali beli yang biasanya seringkali dibuang.

Sederhananya, saya gunting dan tempel bagian-bagian tersebut. Informasinya singkat dan cukup sederhana. Umumnya, tertulis ukuran kertas, jumlah kertas, warna kertas, serta tipe kertasnya sendiri.

Dari buku sketsa pertama hingga kelima ini, salah satu informasi yang penting dicari adalah tulisan "acid-free paper". Info ini saya dapat dari blog seorang urban sketcher juga, beberapa tahun lalu. Tujuannya, supaya kertas tidak mudah berubah warna, gambar pun tidak mudah pudar, apalagi yang menggambar menggunakan warna, cat air, marker, spidol, etc.

the 5th
Konsep di buku ini, saya mencoba tidak hanya menggambar, tetapi juga mulai sedikit menulis cerita/doodle yang mendukung gambar. Saya usahakan untuk post setiap gambar dan cerita di sini.

Ngga kerasa hampir setahun, buku kelima sudah hampir tamat. Bukunya beli di Books & Beyond BIP, saat itu, sedang cuci gudang!
Jadi, bukunya setengah harga! Yeaah!

Salah satu fitur buku ini yang tidak saya dapat di empat buku sebelumnya adalah halaman yang polos-bergaris. Cocok untuk kebutuhan menggambar dan menulis. Walau pada akhirnya, menulis di tempat polos, atau menggambar di halaman bergaris.

Satu yang dirasa kurang, kertasnya terlampau tipis untuk memakai cat air/marker. Warna tidak keluar dan cenderung tembus. Sama halnya dengan penggunaan brush pen.

Untuk itu, sepanjang buku ini, hanya menggunakan Pilot Hi-Tech 0.3 / 0.4. Itu pun masih agak tembus. Setiap gambar berbayang ke lembar belakangnya ketika di scan.

Mungkin beberapa lembar sisa bisa saya tamatkan sebelum akhir tahun. Tahun baru, memulai dengan buku yang baru.


Saya berlatih untuk mengasah bakat, ketika saya tahu bahwa menggambar bukan talenta alami, maka saya banyak-banyak belajar supaya bisa menggambar, syukur-syukur jadi menemukan talenta baru.
Sama dengan hal lainnya, apalagi yang sudah menjadi talenta sejak awal.

Pray for Indonesia, Jesus bless Indonesia!

Saturday, December 14, 2013

Indonesia Food Series : Gudeg

Nasi Gudeg

Beberapa waktu terakhir, saya mencoba untuk merekam makanan-makanan khas asli Indonesia. Sejauh ini sebatas makanan yang memang saya makan, jadi bukan ilustrasi hasil imajinasi, inilah makan pagi/ siang/ malam yang saya gambar.

Kejadian ini bermula dari kebiasaan menggambar makanan, mirip orang yang selalu foto-foto makanannya. Sampai beberapa waktu yang lalu, terpikir mengapa tidak saya menggambar makanan Indonesia saja. Toh kalo di 'publish' (di media sosial) bisa sekalian memperkenalkan makanan Indonesia ke luar negeri.

Banyak orang memang berhak bangga, bahagia, dan gembira bisa mencoba makanan luar Indonesia. Saya memang merasa senang bisa merasakan dan menggambar makanan-makanan saat travel ke luar negeri. Karena makanan tersebut punya citra rasa yang berbeda, penampilan berbeda, dll.


Bersyukur karena diberi karunia untuk menikmati, jadi saya ambil sebagian info saja dari Wikipedia.

GUDEG
Gudeg is a traditional food from Yogyakarta and Central Java, Indonesia. Gudeg is made from young Nangka (jack fruit, called gori) boiled for several hours with palm sugar, and coconut milk.Additional spices include garlic, shallot, candlenut, coriander seed, galangal, bay leaves, and teak leaves, the latter giving a reddish brown color to the dish. It is also called Green Jack Fruit Sweet Stew.
Gudeg is served with white rice, chicken, hard-boiled egg, tofu and/or tempeh, and a stew made of crisp beef skins (sambel goreng krecek).


Pray for Indonesia, Jesus Bless Indonesia!


Tuesday, December 10, 2013

Paradoks Budaya Timur-Barat


reblogged : http://myyearatvoa.tumblr.com/post/68153864689/paradoks-budaya-timur-amerika

Sebagai orang Indonesia, saya sangat akrab mendengar betapa kita dinilai sebagai bangsa yang ramah dan penuh senyum. Persepsi asing yang telah mengkristal, yang tanpa disadari kita akui kebenarannya.
Di sisi lain, telah tertanam pula sejak kecil bahwa bule atau ‘orang barat’ adalah manusia pemuja kebebasan, individualis-dingin yang bertolak-belakang dengan kehangatan timur kita.

Namun, berbagai fakta yang terjadi di hadapan mata ketika di Amerika, membuat saya bertanya, masih relevankah persepsi-persepsi itu? Apakah kita benar-benar ramah dan hangat? Saya yakin, tidak saya seorang diri yang mempertanyakan ini.
Semua bermula dari rangkaian kejadian sehari-hari.


Kutahan Pintu Untukmu

Di Amerika, kebanyakan pintu tidak memiliki kenop, tetapi hanya pegangan, sehingga harus didorong atau ditarik dengan tenaga ekstra karena cukup berat.

Ketika menuju ke berbagai gedung,orang Amerika yang terlebih dahulu masuk, biasanya menahan pintu tetap terbuka agar orang lain di belakangnya, termasuk saya, bisa ikut masuk.

Kejadian pintu ditahan terbuka ini, awalnya saya kira hanya kebetulan, tetapi ketika terjadi setiap hari di berbagai tempat dengan orang yang berbeda, saya tertegun dan malu sendiri karena tidak pernah melakukannya untuk orang lain.

Saya merasa sangat egois, karena seumur hidup jarang sekali hal ini dilakukan. Kalau masuk ruangan, ya masuk saja, buka pintu untuk diri sendiri. Meskipun awalnya agak canggung, tak ada cara lain untuk menghapus rasa malu selain melakukan hal yang sama pada orang lain.


Eskalator “Kiri-Kanan”

Keteraturan adalah salah satu perwujudan saling menghargai. Di Amerika, ini bahkan terlihat saat sedang menggunakan eskalator.

Di stasiun Metro, setiap badan eskalator seakan memiliki batasan semu, bagian kiri dan kanan. Sisi kanan untuk pengguna yang tidak terburu-buru dan sisi kiri bagi yang bergegas sehingga bisa terus bergerak.

Alhasil, siapapun yang terburu-buru tidak kesal jika orang di depannya tidak bergerak. Dan yang santai, juga tidak terganggu karena orang di belakangnya ingin memotong jalan. Mungkin terlihat sederhana, tetapi dari hal-hal kecil inilah keteraturan hidup sebuah masyarakat bermula.


Bising “Terima Kasih”

Ucapan terima kasih terdengar di mana-mana. Misalnya ketika turun bus, penumpang mengantri turun, lalu satu persatu menggaungkan terima kasih kepada supir. Rasanya tidak mungkin terjadi di Indonesia: bus langsung tancap gas, bahkan sebelum penumpangnya sempat menginjakkan kaki di jalan.

Budaya mengantri sendiri sudah mendarah daging, termasuk untuk hal remeh-temeh seperti antri berfoto di tempat wisata. Ini mereka lakukan dengan inisiatif sendiri, tanpa peraturan dan tanpa penjagaan.


Saya sempat mengurut dada ketika antri hampir setengah jam hanya untuk berfoto di lambang Las Vegas. Sempat terpikir, keadaan ini sudah berlebihan. Namun, jika semua orang seperti saya dan memutuskan berfoto di sudut mana pun yang mereka mau, kekacauan lah yang terjadi. Wajar, di Amerika jarang terdengar ada orang yang terinjak-injak atau pingsan sesak nafas karena mengantri.


Sapaan Semu?

Kehangatan juga menembus dimensi kata-kata. Telah menjadi kebiasaan di Amerika untuk bertegur sapa bertanya kabar ketika berpapasan, “How are you?” “I’m good, thanks?” bahkan dengan orang tak dikenal.

Saya sempat berpikir negatif, menuding ada kemunafikan di tengah kebiasaan ini. Semuram apapun kondisi hati seseorang, mereka cenderung menjawab “baik-baik saja”. Ini tidak jujur, apa gunanya?
Namun, lama-lama, ketika melaksanakan sendiri sapaan tersebut setiap hari, saya mulai mengerti bahwa budaya yang sangat sederhana ini memiliki makna filosofi yang dalam: betapa setiap orang selalu peduli dan siap menjadi pendengar cerita dan keluhan orang lain, bahkan yang tidak dikenalnya.

Selain itu, yang mungkin sudah sering kita dengar, setiap perpisahan berujung saling mengucap “Have a good day!” dan “You, too.” Kalimat yang jika direnungkan, dalam taraf yang berbeda, serupa dengan ungkapan Assalamualaikum-Wa’alaikum salam.


Silahkan Lewat
 


Di mana lagi tempat di bumi ini, mobil berhenti dan mempersilahkan pejalan kaki menyeberang di hadapannya terlebih dahulu?

Saya sangat akrab dengan jalanan Ibukota yang kadang terasa sangat brutal. Nyawa seakan dipertaruhkan di setiap langkah. Pengemudi mobil dan motor menjadi raja jalanan. Pejalan kaki termajinalkan.

Di Amerika, pejalan kaki bagai makhluk mulia. Seringkali ketika hendak menyeberang, saya berhenti karena ada mobil yang akan lewat. Tetapi yang terjadi kemudian, malah mobilnya yang berhenti dan mempersilahkan saya menyeberang.

Betapa orang menghargai satu sama lain, bahkan bisa dilihat saat menggunakan lift. Siapapun yang masuk lebih dulu, dipersilahkan keluar terlebih dahulu jika lantai tujuan sama, meskipun orangnya berdiri jauh dari pintu lift.


Manusia Setengah Dewa

Yang paling menyentuh adalah bagaimana Amerika memperlakukan orang-orang berkebutuhan khusus selayaknya manusia, yang berhak merasakan apa yang seharusnya mereka rasakan. 

Di lapangan parkir, lampu rambu-rambu lalu lintas, toilet, jalan masuk ke gedung, kendaraan umum, bahkan bioskop, memiliki tempat bagi orang berkebutuhan khusus. Ini bukan untuk mengistimewakan, tapi agar mereka bisa menjadi manusia seutuhnya, memperoleh haknya terlepas dari apapun kekurangan mereka.

Saya semakin terkesima ketika tahu perhatian ini merambah dunia pekerjaan. Ketika membeli tiket film di bioskop, tidak jarang saya dilayani oleh seorang tuna-rungu atau petugas yang duduk di kursi roda.


Paradoks
Apa yang saya lihat sedikit banyak memberi jawaban, mengapa tidak sedikit orang Indonesia yang pernah tinggal atau mengecap pendidikan di luar negeri, tidak ingin kembali ke tanah air. Selain karena lapangan pekerjaan yang layak di luar negeri, kenyamanan dan rasa dihargai sebagai individu, tidak melihat warna kulit, agama dan asal negara, tidak dapat dipungkiri ikut menjadi alasannya.

Saya sempat berpikir, apakah sebutan dunia luar terhadap kita sebagai bangsa yang ramah, masih relevan? Apakah kita dinilai ramah oleh orang asing, padahal kita hanya ramah kepada mereka tetapi lupa terhadap bangsa sendiri?

Saya masih ingat, jika ada turis asing datang ke kampung, saya dan anak-anak kecil lainnya berlari untuk bisa menyapa mereka dengan bahasa Inggris, “Good morning, Sir!” minta bersalaman. Turis-turis pun diberikan pelayanan ekstra dengan senyum sumringah. Mereka diperlakukan selayaknya, bahkan seakan diagungkan. Mungkin dari sinilah mereka menilai kita sebagai orang-orang yang hangat.

Ironis, keramahan yang sama kerap terlupakan untuk orang dekat sendiri, terjadi di Indonesia, negara yang justru terkenal dengan berbagai aturan adat, norma kesopanan, dan ajaran-ajaran agama yang kuat dan menopang berbagai sendi kehidupan.

Memang tidak adil membanding-bandingkan dua kebudayaan yang telah terbangun berabad-abad dengan karakter dan keunikannya masing-masing. Tambah tidak adil lagi membandingkan Indonesia dengan Amerika, yang telah lama diamini dunia sebagai negara maju dari berbagai bidang.

Namun, saya yakin tetap ada celah untuk mengkritik persepsi kita tentang “budaya barat” dan “budaya timur”. Ada celah untuk mengatakan keramahan bukanlah soal timur dan barat. Keramahan bukanlah soal ras dan warna kulit. Namun, keramahan adalah wujud penghargaan manusia terhadap manusia lainnya, yang tak pandang buluh dan merata. Keramahan, yang rasanya janggal bagi saya mengakui Indonesia sebagai representasi “timur” sebenarnya, karena ada “timur” yang jauh lebih kental di “barat”-nya Amerika. ()


Rafki Hidayat
Email : rhidayat@voanews.com
Twitter : @RafkiHidayat

Monday, December 09, 2013

Tahu dan Tempe Goreng

Tahu dan Tempe


Tahu Goreng
In Indonesian and Malay language; tahu or tauhu refers to 'tofu' and goreng indicates 'fried'. Tofu was originated from China and brought to Southeast Asia by Chinese immigrants to the region. Fried tofu cannot be claimed as a dish exclusively found in Malay cuisine or Indonesian cuisine since tofu and fried tofu are consumed extensively in Asian cultures, and has found its way into mainstream Western vegetarian diets.

Tahu goreng is a generic name for any type of fried tofu in Indonesia, it can be mildly fried or deep fried, plain or battered. In Indonesia, tahu goreng is usually eaten with sambal kecap a kind of sambal hot condiment made from kecap manis (sweet soy sauce) and chopped chili peppers and shallots.

Tempeh 
Tempe is a traditional soy product that is originally from Indonesia. It is made by a natural culturing and controlled fermentation process that binds soybeans into a cake form, similar to a very firm vegetarian burger patty. Tempeh is unique among major traditional soy foods in that it is the only one that did not originate from the Sinosphere cuisine.

It originated in today's Indonesia, and is especially popular on the island of Java, where it is a staple source of protein. Like tofu, tempeh is made from soybeans, but it is a whole soybean product with different nutritional characteristics and textural qualities.

Tempeh's fermentation process and its retention of the whole bean give it a higher content of protein, dietary fiber, and vitamins. It has a firm texture and an earthy flavor which becomes more pronounced as it ages. Because of its nutritional value, tempeh is used worldwide in vegetarian cuisine, where it is used as a meat analogue.


Pray for Indonesia, Jesus Bless Indonesia!

Sunday, December 08, 2013

Surgeon : Green/Blue Scrub, Dokter Bedah : Pakaian Warna Hijau/Biru


Waktu studi rumah sakit untuk studio akhir, salah satu cara yang saya pakai buat belajar adalah nonton film-film tentang di rumah sakit! ER, Dr. House, Scrub, Greys Anatomy, dll...

Salah satu yang menimbulkan pertanyaan adalah mengapa para dokter (dan suster) bedah menggunakan seragam warna biru/hijau. Bahkan di salah satu RS tempat saya studi, beberapa bagian dinding ruang bedahnya diwarnai hijau/biru.

Dari sekian banyak variasi warna, mengapa dua warna itu yang 'laku'?

Why?

Alasannya ternyata berhubungan dengan kapasitas mata manusia untuk melihat. Ketika mata seseorang menatap suatu warna dalam jangka waktu cukup lama, maka akan menimbulkan ilusi optik. (setelah melihat suatu warna cukup lama, alihkan pandangan dengan latar terang/putih, akan terlihat warna lain)

Rata-rata operasi bedah selalu membutuhkan waktu yang cukup lama. Ketika dokter/perawat bedah menatap warna merah terlalu lama, yaitu darah dan organ-organ dalam tubuh yang berwarna merah (tetap karena ada darah mengalir di dalamnya), akan timbul ilusi warna berupa warna hijau. Ilusi ini bisa mengganggu konsentrasi para staff bedah, sakit kepala!

Konon, ilusi warna yang muncul ini, (mungkin) selalu warna kontras/warna komplementernya. Berdasarkan lingkaran warna Teori Brewster, warna merah dan turunannya (warm color) berseberangan dengan warna hijau dan turunannya (cool color).


Dengan alasan itu, maka staff bedah menggunakan warna-warna 'dingin' seperti biru/hijau untuk membalikkan ilusi optik warna hijau tadi. Jadi, dokter atau perawat bisa menyegarkan mata kembali dengan melihat lingkungan sekitarnya.

Proses operasi yang berjam-jam tetap bisa dilakukan dengan fokus.


Thursday, December 05, 2013

Craig Groeschel

Craig Groeschel


Craig is the Senior Pastor for LifeChurch.tv and provides leadership and guidance for the church as a whole. Following a vision God gave Craig for a different kind of church, he and a handful of people launched LifeChurch.tv in 1996. | www.lifechurch.tv

 
When you do not hear Him audibly, it does not mean that He does not speak to you. God speaks in different ways to different people | C. Groeschel - Chazown

"When you begin to understand what you are supposed to do, you can better discern what you are not supposed to do" | C. Groeschel - Chazown


Craig Groeschel (born December 2, 1967) is the founder and senior pastor of LifeChurch.tv which is considered the largest church in the United States and has fifteen locations in five states. He is married with six children and lives in Edmond, Oklahoma, a suburb of Oklahoma City, where LifeChurch.tv is based.




In 1996, Groeschel and a handful of people started Life Covenant Church in a two-car garage. He later told Business Week that he started the process by performing market research of non-churchgoers and designed his church in response to what he learned. Groeschel’s non-traditional style was successful and attendance of Life Covenant grew rapidly, eventually evolving to become (as of April 2013) the second largest church in the United States with fifteen LifeChurch.tv campuses.

Groeschel began using video to deliver some of sermons, when his fourth child was born in 2001 and he was unavailable for the Sunday service, discovering that the videos were popular with his churchgoers. In 2006 he set up a website called Mysecret.tv as a place for people to confess anonymously on the Internet. Groeschel also began delivering his services to the Second Life virtual world on Easter Sunday 2007.

LifeChurch.tv was named America’s Most Innovative Church by Outreach Magazine in 2007 and 2008. LifeChurch.tv innovations include its free resource library with sermons, transcripts, videos, artwork, and a digerati team that develops free software like ChurchOnlinePlatform.com and YouVersion the Bible app, which has been downloaded over 100 million times. | Wikipedia

Sunday, November 24, 2013

Travel Sketch - Bus in Melbourne

He is Mack, driver.
HT selalu di tangan, untuk respon cepat.
Landing di Melbourne

Waktu datang di Melbourne, ternyata kebagian mendarat di airport yang "jauh"nya, Avalon. Dari situ, ternyata perlu beli tiket bus untuk transport dari airport ke station kereta di kota. Ternyata di sana merupakan pool bus-bus juga.

Setelah sampai di station, saya coba cari peta untuk tahu jarak station dan hotel. Ternyata beberapa blok. Biarpun pedestrian di Aussy sangat nyaman (dibandingkan di Indo), tapi pasti kerasa juga capenya.

Akhirnya, setelah memutuskan "beli" tiket, mampir ke loket "SB",saya bilang tujuan nama hotelnya. Tak lama, ia menulis di kertas, menunjuk sambil bilang "Tunggu di depan sana".
Saya tanya berapa harganya, ia bilang tidak usah bayar.

Saya agak sangat heran. Membatin, "oh mungkin bayarnya nanti". Tanya lagi kedua kali, bapak itu bilang yang sama, "Tunggu saja disana, nanti dipanggil tujuannya"

Sekitar 5-10 menit, ada sebuah bus sedang (seperti mobil travel di sini), lalu sang sopir membuka pintu sambil memanggil penumpang berdasarkan tujuannya.

"S Hotel?"

"Yes, Sir!"
Doodle Map, Melbourne, City


Karena agak terakhir dipanggil, saya mendapat "kursi artis", tempat duduk yang dilihat-in penumpang lain, tempat duduk menghadap samping di belakang kursi "co pilot". Tapi, justru dari situlah akhirnya bisa ngobrol2 dengan Mack.

Setelah memastikan semuanya naik dan kroscek data dengan temannya yang ada di loket, ia baru jalan ke luar station.

"What a beautiful day!" waktu busnya keluar gerbang.

Yaa memang, cuaca di Melbourne lebih tidak menentu dibandingkan di Sydney. Tapi hari itu cerah banget!

Dari situ saya mulai ngobrol dengan dia. "I'm Mack! Nice to meet you!"
Salah satunya, saya tanyakan tentang transport yang gratis ini, padahal "SB" merupakan perusahaan swasta. Bagaimana bisa?

Dia bilang bahwa fasilitas free ini merupakan "ucapan terima kasih" kepada masyarakat yang menggunakan jasa perusahaannya. Ini juga sudah kewajiban bagi perusahaan sebagai bentuk pengabdian/pelayanan ke masyarakat termasuk para turis.

Merry Christmas 2015!