Saturday, September 25, 2010

Just do it... wisely

I can see U


Sempat ‘beberapa’ lama mengbsenkan diri untuk memberi. Pengamen di saat berangkot, pasti udah biasa. Berilah Rp100 atau Rp 200… Rp 500 bila penampilannya di atas standar pengamen biasanya. Saya coba berhenti karena pada awalnya saya berpikir bahwa kalau pengamen itu mendapat uang yang banyak setiap harinya dari mengamen, maka ia akan terus mengamen dan tidak akan mencari pekerjaan [yang lebih baik].

Hmmm.. Akan tetapi, bukan itu yang jadi permasalahan inti. Berhenti memberi sebenarnya lebih berdampak kepada saya sendiri yang tidak melatih diri untuk memberi dan lebih bermurah hati. Yaa berikan saja uangnya, tapi dengan hikmat. Uang sebesar itu bisa berarti sangat banyak buat mereka.
Maksud dengan hikmat adalah saya memberi pun akhirnya tidak sembarang memberi.

Kasus pertama, angkot lagi penuh2nya. Pengamen datang bermain dan bernyanyi bagus. Ia pantas dapatkan itu. Namun, ada kalanya pengamen itu serasa tidak niat bernyanyi (mungkin karena ia kira telah dapat angkot yang penuh), ya sudahlah sesungguhnya saya jadi malas.

Kedua, saat berada di angkot yang terbilang kosong, paling hanya ada sekitar 2-3 orang penumpang, biasanya dilewat oleh para pengamen. Seringkali, mungkin karena mereka berpikir tidak akan mendapat uang. Namun kadang2 ada juga pengamen yang masih mampir dan bermain bagus. Di satu sisi saya menghargai usahanya untuk tetap percaya akan mendapat yang terbaik.

Ketiga, selain pengamen yang pada umumnya remaja, dewasa, dan anak2. Anak2 bisa bermain bagus juga. Saya ingat beberapa anak berkumpul di pintu angkot memainkan alat musiknya masing-masing dan bernyanyi bersama. Saya agak kurang setuju untuk memberi kepada anak2 karena menurut saya akan memunculkan semangat untuk ngamen daripada bersekolah. Terlebih bila anak2 kecil itu hanya datang ‘tanpa usaha’ dan mengemis. Memberi kepada orang-orang seperti itu (menurut saya) sama sekali tidak berhikmat.

Additional case : Suatu hari saya sedang jam istirahat kuliah dan pergi dengan beberapa teman untuk makan di seberang kampus. Di depan pintu keluar, seorang anak perempuan masih SD, berseragam lengkap mengemis meminta2 uang kepada kami.Ia bilang perlu uang untuk beli obat karena sakit (padahal ia terlihat sangat sehat). Merasa tidak enak, akhirnya teman saya berinisiatif untuk mengumpulkan uang dari masing-masing yang ada di situ dan diberikannyalah uang itu.

Kami melanjutkan pergi untuk makan. Tempat makan itu agak terbuka sehingga bisa melihat ke arah jalan. Sampai di suatu saat kami semua melihat anak SD tadi berjalan di seberang jalan dengan sebatang es krim di tangannya. Tampaknya ia memang sedang ‘sakit’.

Beberapa hari kemudian, temen saya mendapat pertemuan serupa dengan anak yang sama, meminta uang dengan alasan lain. Merasa tidak percaya dengan kejadian sebelumnya, ia tawarkan langsung untuk dibelikan barangnya di mini market sekitar situ, tapi anaknya malah menolak. See?

Tidak memberi tidak selalu berarti orangnya pelit. Tidak dalam kasus uang saja, tetapi memberi memang bukan hal yang gampang dilakukan dan perlu hikmat buat melakukannya.

Merry Christmas 2015!