Monday, September 20, 2010

Bible & Science 17 - Air Bah





Banyak orang mengajukan pertanyaan bagaimana bisa terjadi air bah, apakah terdapat cukup banyak jumlah air untuk dapat menggenangi seluruh permukaan bumi? Dan jawabannya dengan tegas adalah YA!

Bumi terdiri dari 30% daratan dan 70% lautan. Dibutuhkan dua kali lipat jumlah air yang ada untuk dapat menutup seluruh permukaan bumi.

Prof. Rehwinkel menulis, “Dalamnya samudera rata-rata adalah 12.000 kaki. Ukuran itu sama dengan 12 kali rata-rata ukuran tinggi permukaan daratan. Karena itu, volume air jauh lebih besar daripada padat daratan yang berada di atas permukaan laut.” (The Flood, pg. 124).

Tinggi rata-rata padat daratan di atas permukaan laut hanya 2500 kaki. Jumlah air laut masih dapat ditambahkan dari semua air yang beku dari kedua kutub, uap air yang terdapat dalam atmosfir Bumi dan persediaan air yang terdapat di danau-danau dan aliran-aliran air bawah tanah.

(Jeff Hammond & Charles Pallagy, The Bible and Science)

***
Sama seperti orang pada umumnya, saya pun mempertanyakan diri sendiri, apakah Bumi benar2 tertutup air? Saya benar2 ingin tahu.

Sampai satu hari saya mendapat pengertian seperti ini :

Manusia yang mencoba menafsirkan kejadian air bah di jaman nabi Nuh [saat ini/jaman sekarang], tidak ada yang tahu secara pasti bagaimana bentuk fisik muka Bumi saat itu. Bagaimana bentuk benua2, pulau, bukit2, dan gunung2. Apalagi ‘aktivitas’ Bumi saat itu. Bagaimana tingkat keaktifan vulkanis, cuaca dan iklim, tingkat bencana alam lain. Who knows?

Sekali lagi, manusia hanya bisa memprediksi (seperti yang saya bilang di post sebelumnya). Dengan segala bantuan kemampuan komputer dan peraltan canggih lainnya, manusia mencoba mengungkap.

Pada tahun 1800-an Gunung Krakatau yang meletus di Selat Sunda, ternyata lebih tepat disebut ilmuwan sebagai gunung yang meledak (meledakkan dirinya) daripada gunung yang meletus. Setelah ledakan terjadi, Gunung Krakatau terbilang ‘hilang’ dan memunculkan Gunung Anak Krakatau. Selama kurang lebih 200 tahun hingga sekarang, tinggi gunung itu terus naik. Hal ini diyakini vulkanologis karena aktivitas vulkanis di bawah gunung [dan menunggu sampai waktunya meletus – atau bahkan meledak - lagi.]

Dampak letusan itu terasa kemana2. Abunya membuat timbunan dan ‘perubahan cuaca’ sementara. Goyangannya menimbulkan tsunami setinggi puluhan meter yang menghantam sisi selatan Sumatera dan sisi Jawa Barat. Ini baru satu letusan saja.

Dari contoh tadi saya makin yakin, bahwa aktivitas vulkanis bumi memang bekerja dalam level yang cepat. Anak Krakatau ‘baru’ berumur 200 tahun-an. Jarak saat ini hingga ke jaman Nuh? Saya tidak tahu pasti.

Jadi, dalam bayangan saya, bisa jadi saat itu, aktivitas vulkanis di Bumi masih tahap awal2 sehingga belum memunculkan barisan pegunungan, bukit, ataupun gunung2 setinggi sekarang [walaupun sebenarnya jumlah air yang ada di Bumi saat ini pun bisa menenggelamkan G. Everest].

Merry Christmas 2015!