Wednesday, December 05, 2012

Kualitas (Tulisan) Lulusan Univ



3 faktor : Dosen, Mahasiswa, dan Adm

Perpustakaan Pascasarjana UNPAR

Setelah mengikuti dan mengalami sendiri, saya ikut) menyimpulkan tentang kualitas lulusan sistem pendidikan, khususnya dunia kuliah. Hanya dalam hal ini, saya tulis berdasarkan pengalaman pribadi dan obrolan-obrolan dengan teman-teman, dengan harapan akan berguna buat orang lain.

Kualitas lulusan suatu universitas dipengaruhi oleh 3 faktor. Lebih fokus, kualitas ini berkaitan dengan kualitas tulisan penelitian mahasiswa, baik dalam penulisan skripsi dan tesis (saya belum mengalami disertasi). Faktor pertama, mahasiswa yang bersangkutan; kedua, dosen pembimbing; tiga, sistem administrasi kampus.

Pertama : Mahasiswa
Saya pernah bilang sebelumnya bahwa kuliah memang bukan paksaan (terlebih untuk kuliah pascasarjana atau S2/S3). Akan lebih baik bila kuliah dilakukan berdasarkan keinginan pribadi atas dasar kebutuhan untuk menuntut ilmu. At least, dalam tahap pertama masuk kuliah, memilih sesuai jurusan yang diminati. Bukan masuk satu jurusan karena ikut-ikutan teman. Mahasiswa yang merasa nyaman dengan jurusannya akan lebih santai untuk mengikuti kuliah-kuliah dsb.

Dosen pembimbing saya di S1, Pak BW pernah berkata bahwa penulisan penelitian yang bagus dimulai dari concern mahasiswa akan hal-hal/isu/permasalahan yang terjadi di sekitarnya (tentu sesuai dengan jurusan kuliahnya masing-masing.) Jadi, isu yang mau diangkat/dibahas memang sudah ada dan barulah mahasiswa tersebut mencari obyek-obyek penelitian yang sesuai isu tadi. Kualitas tulisannya bisa bertambah lebih baik tergantung kreativitas mahasiswa dalam mengangkat isu/topiknya, menetapkan sudut pandang yang jelas terhadap permasalahan, juga memilih literatur-literatur pendukung yang baik.

Menurutnya, penelitian dan penulisan akan lebih sulit bila dimulai dari pemilihan obyek sehingga mahasiswa cenderung mencari-cari permasalahan yang ada di obyek tersebut. Hasil tulisannya bisa diprediksi menjadi dua : menjelek-jelekan atau mengagung-agungkan obyek yang diteliti. Tulisan yang dibuat tidak akan obyektif. Ia menyebutnya tulisan yang ber-euphoria. Ini yang saya lakukan dulu.

Setahun kemudian, saya baru mengerti apa-apa saja maksud dari kata-kata Pa BW. Jauh lebih mudah bagi saya untuk memulai dari pemilihan isu yang saya anggap menarik untuk dibahas. Pencarian literatur dan obyek studi cenderung lebih terarah dan tidak membabi buta. (Lagi-lagi, tergantung seberapa maksimal mahasiswa untuk menyusun isu/topiknya supaya lebih matang, sering tidaknya ke perpustakaan dan seberapa efektif tiap kunjungan ke perpus).Terima kasih, Pa BW.

Secara garis besar, saya bagi penelitian dalam beberapa tahap :
Tahap pencarian, penentuan topik bahasan dan literatur. Proses penelitian dan pengumpulan data di lapangan lalu proses penyusunan/penulisan.
 

Kedua : Dosen Pembimbing (juga dosen penguji)

Pada mulanya, mahasiswa yang hendak menulis punya segudang ide atau concern yang banyak untuk dibahas. Peran dosen menjadi penting untuk mengarahkan mahasiswa memilih topik bahasan yang proporsional dan bisa diselesaikan dalam jangka waktu tertentu. Perlu diingat bahwa penulisan skripsi/tesis bukanlah proyek seumur hidup.

Setidaknya dosen yang baik punya 2 kapasitas : Bisa mengarahkan mahasiswa lewat pengalamannya sehingga bahasannya tidak terlampau sedikit juga terlampau banyak. Bagaimanapun juga baik/tidaknya tulisan akan kembali kepada pembimbingnya. Terlalu sempit bisa dianggap ilmunya sedikit, terlalu luas bisa dianggap tidak bisa merumuskan masalah. Serba salah. Di sini juga, peran dosen untuk sharing ilmu dan pengarahan tentang literatur.
Saya dengan bahwa bagian ini seringkali disalahartikan oleh mahasiswa. Dianggapnya dosenlah yang berkewajiban untuk menentukan literatur. Padahal sama sekali tidak. Seperti namanya, dosen membantu dalam pembimbingan bila literatur yang TELAH dipiliha mahasiswa terlampau umum, (terbitan) terlalu lama sehingga perlu literatur baru yang lebih sesuai jaman. Sederhananya, untuk penelitian tahun 2012 akankah tetap menggunakan buku tahun 1920? Apakah tidak ada buku dengan topik serupa yang diterbitkan di tahun yang lebih baru? Pasti ada.

Kedua, jumlah pertemuan tatap muka dengan dosen pembimbing. 1-2 kali per minggu cukup ideal untuk menjaga bahasan mahasiswa tetap keep on track dan tune-in semangatnya. Tidak aneh jika dosen yang suka memberi kata-kata semangat kepada mahasiswanya seringkali antrian bimbingannya banyak. Mahasiswa memang perlu di-charge energinya. Sama seperti joki yang menunggang kuda. Ia hanya perlu menarik sedikit kekang ke kanan atau ke kiri supaya kudanya keep on track ke garis finish.

Ketiga : Sistem Administrasi Universitas aka Tata Usaha
Saya setuju dengan istilah kalau administrasi/TU kampus adalah asisten mahasiswa untuk urusan administrasi.

S1 cukup berbeda dengan S2. Saya merasakan bahwa penulisan tesis lebih banyak ‘memeras otak dan keringat’. Setiap tahap yang dilalui mahasiswa menuntut perhatian dan konsentrasi lebih banyak. Perlu perhatian khusus dari segi tenaga dan waktu. Dalam masa ini bisa dibilang saya pun seperti ‘absen’ dari rumah, meskipun hampir selalu seharian di rumah.

Di sinilah terlihat bagus tidaknya administrasi kampus, bagaimana setiap staff administrasi (seharusnya) bekerja bersama untuk memberikan informasi yang sama dan seimbang. Lebih jauh lagi, bisa memberikan saran untuk mahasiswa.

Apakah mahasiswa harus disibukkan dengan hal-hal ‘tidak penting’ ketika sebagian besar waktunya dipakai untuk mengejar target?

Saat awal semester pra-tesis, saya bertemu dengan salah seorang staff TU, sebut saja Ibu L, sedikit memberi saran kepada saya untuk melunasi pembayaran kuliah satu semester sekaligus. Pembayaran tidak usah mengikuti jadwal/kalender akademik kampus yang dibagi ke beberapa tahap. Memang jadi terlihat besar tapi alasannya masuk akal, supaya saya tidak perlu direpotkan oleh urusan tetek-bengek administrasi. Lebih lanjut, beliau mengingatkan lagi tentang tanggal-tanggal penting univ. dan berkas-berkas yang perlu dipersiapkan di depan. Bagaimana mahasiswa tidak betah bila kampusnya punya staff TU seperti itu?

          She is not break the rule, just bend the rule…

Sayangnya, karena kecakapanya, beliau ditarik ke ‘kantor’ pusat banyak mahasiswa merasa kehilangan. Pengganti yang baru tidak bisa mengimbangi kapasitasnya.

Kombinasi dan kerja sama ketiga pihak akan menentukan apakah tulisan yang dihasilkan berkualitas atau kurang.

Merry Christmas 2015!