Satu hari seorang kakek dating kepada anak-anak yang sedang duduk-duduk sambil mengerjakan tugas kuliah. Dengan topi anyamannya, badannya yang bungkuk, dan kemeja kucelnya ia menawarkan sebungkus kacang. Beberapa bungkus lagi bergantung di dalam kresek di tangan satunya.
Dia datangi 2 orang pertama.
“Lima ribu rupiah aja, De” katanya menawarkan. “Buat uang pulang kampung”, lanjutnya.
Anak itu memberikan sedikit senyum sambil bilang, “Terima kasih, Pak”. Kakek itu agak memaksa, tapi anaknya melanjutkan dengan menolak pake (isyarat) tangan. Kakek tampak menyerah, maka ia beralih kepada teman di depannya.
“De, lima ribu aja, buat uang makan”
“Oh, makasih, Kek. Saya udah makan sebelumnya. Saya kenyang”.
Singkat cerita ia datangi anak-anak selanjutnya.
Anak yang ke-3 (cewe), “Kek, kasian ngga ada yang mau beli, saya beli aja kacangnya. 2 bungkus jadi Rp. 10000 ya, Kek”.
(mungkin) karena rasa senang itu, si jadi lebih bersemangat menghirup rokoknya. Terus, terus, terus, dan terus. Sesekali terbatuk-batuk di tengah sengal napasnya. Ngga beda sama lokomotif kereta.
Kakek itu datangi anak ke-4, cowo. Sebelum Kakek itu menawarkan, “Kek, ini 5000, kalau uangnya sampe dipake beli rokok, HARAM!”. Kakek itu mengiyakan sambil mengambil uangnya.
***
Memberi… Ngga gampang. Sama halnya ketika kita mengajari orang sesuatu. Harus dilakukan dengan tulus, rite? Karena, percuma aja kalau tidak dilakukan dengan tulus dan rendah hati. Semuanya jadi sia-sia. Hanya kebaikan palsu. Disadari atau tidak, orang yang kita bantu akan menyadari hal itu… Bukan sifat yang bisa dibanggakan…Kalau mau katakan IYA, kalau ngga ya katakan TIDAK. Enggak ada daerah abu-abu.