Point of View |
Suasana saat itu sangat riuh
rendah. Ia melihat sekelilingnya, seperti berada di sebuah stadion berbentuk
arena dengan tribun penonton yang bertingkat. Ia maju dan lebih mendekat ke
pinggir, berpegangan erat agar tidak jatuh, ternyata ada di tingkat ke tiga
atau keempat. Anak itu sadar berada di posisi yang cukup tinggi.
Setelah berada di pinggir, ia
melihat semua bagian tribun tampak sangat dipadati orang-orang. Orang-orang sebaya
di tribun yang sama dengannya pun banyak yang mendekat ke pinggir untuk melihat
keadaan sekeliling lebih jelas. Di atas mereka pun ternyata masih ada beberapa
tingkat lagi, tapi anak itu tidak bisa melihat terlalu jelas. Ia hanya bisa
melihat orang-orang yang berada jauh di seberang tempat duduknya. Semakin ke
bawah ia hanya melihat orang-orang yang lebih tua, sedangkan ke atas ia melihat
sepertinya berusia di bawah dirinya.
Di bagian paling bawah arena, ia
melihat ada cukup banyak pintu masuk yang mengelilingi arena. Ia melihat
sesekali-beberapa kali orang-orang berjalan keluar melalui pintu ini ke arah
tengah arena. Disana terlihat seperti ada panggung/stage yang beringkat-tingkat
juga. Meskipun begitu, tingginya tidak mencapai tinggi tribun pertama.
Orang-orang seperti menunggu
giliran untuk naik ke atas panggung. Dari paling bawah ke panggung pertama,
dari yang pertama ke dua, dan seterusnya. Ia melihat ada juga orang-orang yang
turun dari tangga di ujung lainnya. Ada pula yang kelihatannya diam di tingkat
panggung tertentu.
Panggung sebesar itu tidak pernah
terlalu penuh atau terlalu kosong. Setiap ada orang yang naik atau turun,
orang-orang disekitarnya seperti bersukacita bertepuk tangan, bersorak-sorai.
Ia tidak bisa mendengar jelas hanya menilai dari gesture dan gerakan orang-orang
di bawah.
Sampai satu saat anak ini mendengar
suara seperti bel/terompet dibunyikan. Suara ini seperti yang pernah
didengarnya. Mendadak suasana arena semakin riuh dari sebelumnya. Ternyata suara
ini didengar juga oleh semua orang di arena adari tribun bawah hingga paling
atas. Sebelum suara itu berhenti, ia dan orang-orang di sekitarnya mulai
bergerak, tampak harus melakukan sesuatu. Entah mengetahui dari mana, tapi
dalam hatinya merasa bahwa suara ini merupakan tanda panggilan buat semua orang
untuk turun, menuju panggung utama di bawah. Sama seperti seorang ayah
memanggil anaknya.
Saatnya tongkat estafet berpindah tangan...