Oddball Effect
Sekelompok orang dalam ruangan
dipertontonkan sebuah video klip. Video ini sebenarnya berisi kumpulan foto sekelompok
orang dalam sebuah latar. Obyek dan latar di semua foto sama, tetapi gesture
orangnya yang berbeda-beda. Di tengah-tengah klip tersebut, diselipkan sebuah
foto lain yang memiliki obyek dan latar berbeda. Kemudian dilanjutkan kembali
oleh foto-foto sekelompok orang sampai akhir video klip.
Setelah selesai, setiap orang
ditanyakan tentang foto yang muncul di tengah-tengah klip. Semua mengatakan
bahwa foto yang ditampilkan itu lebih lama dari foto yang lainnya, lebih dari satu
detik. Ada yang menjawab 2 detik, 3 detik, bahkan sampai 5 detik. Padahal,
semua foto yang ditampilkan memiliki jeda yang sama, 1 detik saja. Kenapa bisa
begitu?
Itulah yang dinamakan oddball effect (jangan sungkan untuk sambil googling, siapa tahu penjelasan saya kurang pas). Ketika seseorang melihat
obyek yang sama terus-menerus, otak akan menginterpretasi bahwa ‘ini akan sama
lagi’. Ketika tiba-tiba muncul obyek yang berbeda, maka otak perlu waktu untuk ‘bangun’.
Saat ‘kejutan’ itu datang, otak pun beradaptasi secepat mungkin mengolah
informasi yang baru.
Jeda ini yang membuat orang
mengatakan bahwa foto yang muncul tersebut kelihatan lebih lama dari foto
sebelumnya.
Comfort Zone
Hal ini sebenaarnya serupa dengan
seseorang yang berada terlalu lama di dalam zona nyaman. Orang memang perlu
tantangan baru untuk menjaga dirinya tetap waspada. Waktu seseorang berada di
zona nyaman, bahkan terlalu lama ngendog
di dalamnya, ia akan terkejut ketika sesuatu tidak berjalan seperti biasanya.
Anggaplah selisih jawaban
orang-orang dan jeda waktu tersebut adalah waktu reaksi yang diperlukan otak,
maka rata-rata otak perlu waktu 2-3 detik untuk beradaptasi dengan info yang
baru. Hanya otak yang sudah mati yang tidak bisa beradaptasi. Sekarang, ketika
terjadi perubahan, apakah mampu untuk beradaptasi dengan perubahan atau tetap keukeuh ngga mau beradaptasi seperti
otak yang sudah mati.
Tantangan dan perubahan memang
diperlukan untuk memacu seseorang untuk tetap maju dan bersaing, meningkatkan
kapasitasnya, menjadi orang yang dinamis dan terus bergerak.
Saya teringat dengan cerita seorang
teman, ‘I’, yang bekerja di sebuah bank di Bandung. Sampai suatu hari ia diberi
waktu oleh bosnya yang menawarkan untuk bekerja di kantor di luar Bandung. Saat
itu ia dihadapkan kepada pilihan : bertahan di Bandung untuk mempertahankan
kerja bagusnya tetapi status tetap sebagai karyawan atau pindah ke luar kota
dengan status naik.
Ia bercerita bahwa keadaannya di
Bandung saat itu benar-benar comfort zone!
Keluarga di Bandung, target kerjaan di kantor selalu terpenuhi, punya bisnis
sampingan di Bandung, teman-teman di Bandung, dsb. Di sisi lain, di kota yang
baru bisa dibilang tidak memiliki apa-apa, jauh dari keluarga, tinggal dimana,
bagaimana jika sakit, dsb.
Kami yang mendengar itu banyak yang
mendukung untuk keluar saja. Kami mendukung lewat doa. Karena bagaimana pun keputusan
akhir ada di tangannya sendiri. Sampai terakhir kami bertemu, ia memutuskan
untuk menerima tawaran bosnya. Waktu itu ia bilang sudah menemukan tempat kost
untuk tinggal.
Kalau Tuhan yang punya jalan, Ia
juga yang akan menyediakan.
God Bless Indonesia!