Tubuh manusia punya system untuk menyembuhkan dirinya sendiri. Jangankan dalam “status” sakit, saat penyakit datang, tubuh sudah bereaksi untuk melawan. Badan manusia punya alarm alami untuk peringatkan tubuhnya agar selalu “survive”.
Contohnya, apakah manusia selalu kelaparan saat perutnya kosong? Setidaknya perlu beberapa waktu dulu sampai akhirnya benar2 perlu diberi makan. Sementara tidak ada makanan yang masuk saat perut kosong, otomatis tubuh memroses lemak yang disimpan tubuh. Proses penyimpanan lemak sendiri jadi salah satu proses “survive” yang dilakukan tubuh. Sayangnya, semakin bertambahnya usia manusia, system ini makinberjalan lambat. Daripada itu, ada juga factor luar yang makin mendorong untuk merusak system “survive” ini. Pola makan dan gaya hidup. Setidaknya, itu menjadi factor “terbesar”.
Pola hidup zaman modern yang serba ditopang obat-obatan membuat organ tubuh tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Jadi, ketika penyakit datang, orang cenderung untuk melawan lewat obat tanpa memberi kesempatan bagi tubuh untuk melawan. Bagaikan atlet yang tidak pernah berlatih, ia semakin lama kehilangan keterampilannya saat bermain.
Contoh lain, gaya hidup, kebiasaan untuk mengisi penuh perut saat makan dengan asumsi tidak perlu makan untuk jangka waktu agak lama. Nyatanya, pengisian yang berlebih malah mebuat tubuh kelelahan. Hal ini makin didorong dengan menjamurnya restoran “all you can it”; banyak muncul dengan harga saingan makin murah dan murah, kita bisa beranggapan “akan selamat” untuk cari makan murah dan melimpah, padahal membuat tubuh kita tidak “selamat”. Kita bisa saja mengikuti kebiasaan makan orang Jepang, dimana orang Okinawa biasa mengisi perutnya 80% penuh. Kondisi ini membuat perut mereka cepat lapar, tapi hal ini justru dilakukan untuk memncing system survive tubuhnya agar tetap”ON!”.