Ternyata, proses berteman tidak segampang dan semudah dan sesederhana yang saya maksud sejak dulu. Jadi, sebelum ke tahap itu, saya ajak untuk sedikit mengerti dulu latar belakangnya. Ada hal yang menarik untuk diketahui.
“Tetapi buah Roh ialah : kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri. Tidak ada hokum yang menentang hal-hal itu.”
(
Berangkat dari sebuah ayat Alkitab tadi (juga ayat-ayat di seluruh Alkitab), kita tahu bahwa kasih merupakan suatu hal yang penting dan berharga.
KASIH
Dalam kitab Perjanjian Baru, kasih diistilahkan dengan agape. Hanya, istilah init idak digunakan secara umum dalam bahasa Yunani.
- Eros : cinta-birahi antara pria dan wanita. Istilah ini tidak pernah dipakai dalam Perjanjian Baru.
- Phillia : cinta kasih yang memberikan kehangatan yang tertuju pada orang-orang yang paling dekat pada kita dan yang paling kita kasihi; inilah kasih yang terbit dari lubuk hati yang paling dalam.
- Storge : Lebih tepat diartikan sebagai kasih-sayang, oleh karena itu istilah ini lebih khusus digunakan dalam hubungan antara orang tua dengan anak-anaknya
- Agape : istilah Kristen yang berarti kebajikan yang tak dapat dilawan. Apapun yang diperbuat orang atas diri kita, entah itu dicaci maki, sakit hati ataupun penghinaan, kita akan tetap berbuat hal-hal yang terbaik bagi orang itu.
Jadi, agape, adalah segala sesuatu yang tidak hanya menyangkut perasaan tetapi juga kemauan; tidak hanya mengena pada hati tetapi juga pada pikiran.
Agape merupakan upaya yang sengaja kita lakukan tanpa maksud yang jahat, baik untuk diri kita sendiri maupun untuk orang lain yang mungkin bermaksud jahat pada kita. Usaha ini saja dapat kita capai dengan campur tangan Allah.
William Barclay merilis bukunya ini pertama kali pada tahun 1983. Sudah hamper 27 tahun sejak buku itu terbit, pengertian ini belum diketahui semua orang. Termasuk saya sendiri yang baru mengetahuinya 5 tahun terakhir ini.
OPINI SAYA
Dahulu, saya sempat bingung dan tidak mengerti kenapa ada orang-orang yang mau menangis melihat temannya menderita, ikut senang melihat temannya berhasil dan sukses, orang tua yang rela mati demi anaknya selamat, atau orang-orang menjadi sedih ketika melihat orang lain (tidak dikenal sama sekali) terkena bencana, dsb.
Dalam ‘proses’ menjalin hubungan dengan teman, maka Phillia-lah yang berperan.
Contohnya, ketika saya masuk kuliah di Unpar, saya hanya ‘kenal’ beberapa orang dari tempat les gambar yang saya ikuti. Saya katakan ‘kenal’ pun karena saya baru mengetahui nama dan asal sekolah mereka. Disisi lain, saya hanya berdua dengan seorang teman dari sekolah kami yang masuk jurusan ini. Jadi, modal saya hanya seorang teman ini saja, selebihnya tidak tahu. Nah, jika begitu
Proses ini (saya lebih senang menyebutnya begitu) berlangsung selama hamper 4 tahun saya berkuliah. Bertahap sejak hari pertama mengikuti masa orientasi sampai sekarang. Jumlahnya pun bertahap, dari 1-2 orang di hari pertama, hari kedua,dan terus berlanjut. Saya membagi prose situ ke berbagai tahap, yaitu : tidak tahu & tidak kenal, tahu, kenal, (hanya sebatas) teman, sahabat. Memang tidak ada hal pasti untuk mengukur tahap-tahap ini.
Saat pertama kali bertemu orang baru, saya memang tidak kenal bahkan tidak tahu nama, maka saya mulai berkenalan (yang umum kita lakukan sekarang) dengan saling menyodorkan tangan, berjabat sambil menyebutkan nama masing-masing. Di situ, saya sampai tahap ‘tahu’.
Masuk ke tahap kenal, bukan berarti proses ‘mengetahui’ berhenti sampai di situ saja, tahap pertama itu masih berlanjut terus. Kenal berarti saya mengetahui sesuatu yang lebih (banyak) tentang dirinya, mungkin hal-hal yang lebih bersifat pribadi, seperti makanan kesukaan, jumlah saudaranya, alamat tinggal, ukuran sepatu, dsb.
Menjadi seorang teman, saya mengartikannya banyak hal yang lebih diketahui. Misalnya apa warna kesukaan, apa yang disuka dan tidak disuka, tahu sifat-sifatnya, tingkah lakunya, dsb. Sampai mendapat ‘status’ seorang sahabat. Yang namanya proses pasti memerlukan waktu. Tingkatan tahap setiap orang di mata seseorang bisa saja berbeda tergantung banyak sedikitnya waktu yang mereka habiskan bersama, juga keterbukaan masing-masing pihak.
SEPENGGAL CERITA
Beberapa waktu lalu, diumumkan nilai akhir dari sebuah mata kuliah. Mata kuliah ini punya nilai sks cukup besar dan terbilang sulit untuk mendapatkan nilai A. Saat pengumuman itu keluar, nilai yang tampil pun beragam dari A sampai D (tidak lulus). Di
Bagi yang mendapat nilai C dan D, saya melihat ekspresi sedih di wajah mereka (karena harus mengulang), mungkin merasa bingung karena sudah berusaha yang terbaik tapi gagal, atau menyesal karena ketidakseriusannya selama masa kuliah. Teman-temannya dating dan berusaha untuk menghiburnya. Beberapa dari mereka memeluk sambil mengucapkan suppotnya. Saya pun mengenalnya, tapi saya merasa bahwa diri saya tidak sedekat dengan orang-orang itu (yang sedang bersamanya sekarang), saya tidak cukup lama ‘bersama’ dengan orang itu. Saya hanya menjabat tangannya.
Orang-orang yang mendapat A, merasa senang dengan jerih payahnya yang terbayar ada pula yang terkejut tidak menyangka. Teman-temannya pun ikut berbahagia, memberi selamat kepadanya atas pencapaiannya. Luapan kegembiraan tampil di wajah-wajahnya. Teman-temannya yang tidak mendapat A, atau tidak mengambil mata kuliah itu tampak ikut merasakan bahwa ‘saya mendapat nilai A juga!’.
Dalam cerita yang sama, ternyata tetap saja, masih ada orang-orang yang -tidak suka melihat orang senang-, saya masih mendengar ada orang yang berkata bahwa kesenangan teman-temannya hanya pura-pura saja, padahal di dalam hatinya pasti sedih tidak mendapatkan nilai A.
Mendengar itu saya justru merasa kasihan dengan orang-orang semacam itu. Kasih yang kita dapatkan gratis dan anugerah dari Tuhan, disia-siakan begitu saja dan lebih memilih untuk meng-iri dan mendengki.
“Barangsiapa menjadi milik Kristus Yesus, ia telah menyalibkan daging dengan segala hawa nafsu dan keinginannya. Jikalau kita hidup oleh Roh, baiklah hidup kita juga dipimpin oleh Roh, dan janganlah kita gila hormat, janganlah kita saling menantang dan saling mendengki”
(