Di suatu perjalanan angkot bersama beberapa orang teman, kita tiba di perempatan jalan, seorang anak (paling juga berumur belasan) dating untuk ngamen sambil nangkring di pintu angkot. Setelah selesai gw beri 100 perak. Gw berpikir bahwa hal semacam ini menjadi suatu dilemma.
Pada awalnya, gw pikir, biarlah gw beri, uangnya terserah mau dia apakan. Yang penting, bagian gw (memberi) sudah gw lakukan. Selanjutnya terserah dia (si yang dikasih) dan Tuhan aja. Di lain hal, kalau anak tersebut dikasih terus setiap ngamen, maka gw sendiri merasa tidak memberi pelajaran buat si anak tadi. Jangan sampai anak tadi pikir bahwa dengan ngamen bisa dapet duit, maka dianya bakal ngamen terus, terus, dan terus. Eh nantinya malah ngga bisa lepas dari dunia ngamen.
Kalau udah begitu, mending ngga usah ngasih aja sekalian daripada di depan kita ngasih (pura2 baik tapi di belakangnya malah dongkol)…?? Tapi percaya atau tidak hati kecil manusia ada keinginan untuk selalu memberi dan menolong.
Kejadiannya terjadi juga beberapa waktu yang lalu. Ketika gw dan beberapa teman sedang jalan ke luar kampus untuk cari makan. Temen gw yang di depan terlihat berbicara dengan seorang anak SD. Menurutnya, dia minta uang untuk pulang. Sempat kita tinggalkan, tapi akhirnya kita “menyumbang” juga supaya (maksudnya) dia bisa pulang. Apa yang terjadi kemudian? Gw dan teman2 melihat anak itu jalan melewati warung tempat kami makan sambil memegang sebatang es krim. What the?? Uang yang kita kasih kah? Tak mau berburuk sangka, kita beramai-ramai berpikir positif saja, mungkin anak itu udah lama ngga dibeliin es krim oleh orang tuanya.